Ilustrasi. Fenomena pinjol ilegal yang menjadi ancaman nyata bagi masyarakat. (Sumber: PxHere)

EKONOMI

Fenomena Pinjol Ilegal: Ancaman Nyata di Balik Dana Cepat Tanpa Jaminan

Sabtu 03 Mei 2025, 13:29 WIB

POSKOTA.CO.ID - Dalam beberapa tahun terakhir, maraknya iklan aplikasi pinjaman online (pinjol) di platform digital seperti YouTube.

Hal ini dinilai menjadi sinyal awal dari fenomena yang kini menghantui masyarakat: kemudahan pencairan dana tanpa diimbangi dengan transparansi dan tanggung jawab. Ironisnya, kemudahan ini kerap berujung pada tragedi.

Belum lama ini, publik dikejutkan oleh kabar duka. Seorang warga dilaporkan meninggal dunia setelah terjebak dalam jeratan utang pinjol ilegal.

Baca Juga: Punya Masalah Galbay Pinjol? Jangan Khawatir, DC Lapangan Tidak Bisa Lakukan Hal Ini

Ia meminjam Rp9,4 juta, namun dipaksa untuk membayar Rp100 juta. Penagihan yang tidak manusiawi membuat korban merasa tertekan hingga memilih mengakhiri hidupnya.

Kisah tragis ini bukan yang pertama. Beberapa waktu lalu, seorang guru honorer di Semarang juga menjadi korban.

Pinjaman awalnya sebesar Rp3,7 juta berubah menjadi beban utang sebesar Rp209 juta dalam waktu singkat.

Asal Usul Pinjaman Online

Baca Juga: Pinjol Mudah Cair 2025: Solusi Cepat Tanpa BI Checking, Legal dan Aman

Dikutip dari YouTube Ruli Agustin pada Sabtu, 3 Mei 2025, sebelum tahun 2016, masyarakat hanya mengenal tiga metode pinjaman: bank, koperasi, dan rentenir.

Ketiganya memiliki satu kesamaan, memerlukan jaminan fisik seperti kendaraan atau rumah. Pinjaman berbasis jaminan ini dikenal sebagai secured credit, karena kreditur memiliki hak untuk menyita aset jika peminjam gagal membayar.

Namun, sejak munculnya financial technology atau fintech, terutama skema peer-to-peer lending pada 2016, lanskap pinjaman berubah drastis. Puncaknya terjadi saat pandemi Covid-19 pada 2019.

Ketika ekonomi terpukul, masyarakat berbondong-bondong mencari dana cepat. Pinjol pun hadir sebagai “penyelamat”, menawarkan dana instan tanpa jaminan dan proses yang cepat.

Regulasi dan Celah yang Dimanfaatkan

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebenarnya telah menerbitkan POJK No. 77 Tahun 2016 sebagai landasan hukum pinjaman online.

Meski demikian, peraturan tersebut belum secara tegas mengatur batas bunga.

Hanya ada batas maksimal bunga harian, yakni 0,8 persen, yang setara dengan 24 persen per bulan, angka yang jauh lebih tinggi dibandingkan bunga pinjaman bank konvensional.

Sebagai perbandingan, pinjaman bank untuk usaha pada 2023 dengan nilai Rp151 juta memiliki cicilan hanya Rp800 ribu per bulan selama dua tahun, atau total bunga tak lebih dari 20% selama tenor tersebut.

Sayangnya, pinjol ilegal tidak mengikuti ketentuan ini. Mereka memotong dana pinjaman untuk biaya admin (misalnya hanya mencairkan Rp750 ribu dari pinjaman Rp1 juta) dan menetapkan bunga hingga ratusan persen.

Hal ini terjadi karena pinjol ilegal tidak berada di bawah pengawasan OJK, sehingga bebas menetapkan skema bunga dan denda sesuka hati.

Pelanggaran Privasi dan Teror Data

Permasalahan tidak berhenti di bunga tinggi. Pinjol ilegal kerap meminta akses ke data pribadi peminjam seperti kontak telepon dan galeri foto.

Ketika terjadi keterlambatan pembayaran, pihak penagih akan menghubungi semua kontak di ponsel peminjam, termasuk atasan dan rekan kerja, sehingga mencoreng nama baik peminjam dan mengancam stabilitas pekerjaan mereka.

Beberapa perusahaan bahkan mulai mengambil langkah preventif. Salah satu perusahaan BUMN, misalnya, baru-baru ini memasukkan aturan larangan penggunaan pinjaman online tanpa tanggung jawab dalam kebijakan internalnya karena dampaknya terhadap lingkungan kerja.

Efek Domino: Gali Lubang Tutup Lubang

Masalah lainnya adalah fenomena “gali lubang tutup lubang”. Karena tekanan untuk membayar utang sebelumnya, banyak peminjam disarankan oleh penagih untuk meminjam lagi dari aplikasi pinjol lain.

Akibatnya, seseorang bisa terjerat dalam puluhan bahkan ratusan aplikasi pinjol, membuat beban utang kian tak terkendali.

Penagih: Faktor Terburuk dalam Sistem Pinjol

Variabel terpenting yang memperburuk keadaan adalah para penagih atau debt collector.

Banyak dari mereka melakukan penagihan dengan cara yang mengintimidasi, mengancam, bahkan menyebarkan data pribadi ke media sosial.

Perilaku ini jelas melanggar hukum dan etika, namun terus terjadi karena lemahnya pengawasan.

Fenomena pinjol ilegal dinilai sebagai bom waktu yang siap meledak jika tidak segera diatasi secara sistemik.

Dari bunga yang tidak transparan, pelanggaran data pribadi, hingga cara penagihan yang brutal, semua menunjukkan bahwa masyarakat perlu meningkatkan literasi keuangan dan kehati-hatian dalam berutang.

Tags:
ancamanpinjaman online pinjol ilegalpinjol

Rinrin Rindawati

Reporter

Rinrin Rindawati

Editor