Jika ditemukan adanya pelanggaran terhadap kelima ketentuan di atas, maka sanksi tegas akan diterapkan. Pelanggaran tersebut masuk dalam kategori tindak pidana dan akan diproses secara hukum, dengan ancaman:
- Pidana penjara: paling singkat 2 tahun dan paling lama 10 tahun.
- Denda finansial: paling sedikit Rp25 miliar dan paling besar Rp250 miliar.
Dengan demikian, tidak hanya debt collector yang akan ditindak, tetapi juga perusahaan fintech penyedia layanan pinjaman yang tidak mematuhi regulasi tersebut.
Legalitas dan Profesionalisme dalam Penagihan
OJK tetap membuka ruang bagi jasa penagihan yang berizin dan terdaftar secara resmi. Namun, pelaksanaannya harus sesuai dengan etika profesi dan ketentuan hukum. Jasa penagihan utang kini dituntut untuk bertransformasi menjadi entitas profesional yang mengedepankan transparansi, sopan santun, dan legalitas.
Hal ini juga mendorong perusahaan fintech untuk lebih selektif dalam menunjuk mitra penagihan, memastikan bahwa kontrak yang disepakati mencerminkan prinsip perlindungan konsumen.
Tanggung Jawab Sosial dan Etika Bisnis
Kebijakan baru ini menandai pergeseran paradigma dalam industri fintech. Bukan sekadar bisnis berbasis teknologi, perusahaan pinjaman online kini harus menempatkan nilai-nilai etika, perlindungan konsumen, dan tanggung jawab sosial dalam praktik operasionalnya.
Dengan meningkatnya literasi digital masyarakat, harapan terhadap akuntabilitas penyedia jasa keuangan juga makin tinggi. Perusahaan yang melanggar akan kehilangan kepercayaan publik, yang berdampak langsung pada keberlangsungan bisnisnya.
Baca Juga: Obrolan Warteg: Ngetren, Swafoto Naik Angkot
Implikasi Bagi Masyarakat dan Debitur
Bagi masyarakat yang menjadi nasabah pinjol, peraturan ini menjadi angin segar. Mereka kini memiliki pegangan hukum yang kuat untuk menolak intimidasi, pemaksaan, atau perlakuan tidak manusiawi dari pihak penagih utang.
Namun, masyarakat juga harus tetap waspada dengan mengenali pinjol legal yang terdaftar di OJK. Nasabah disarankan tidak tergiur iming-iming pinjaman cepat tanpa memverifikasi legalitas penyedia jasa.
Lima aturan baru OJK yang diberlakukan sejak 2024 menjadi titik balik penting dalam perlindungan konsumen pinjaman online.
Regulasi ini tidak hanya menyasar praktik penagihan yang semena-mena, tetapi juga mempertegas peran dan tanggung jawab perusahaan fintech sebagai pihak utama dalam praktik pinjaman berbasis teknologi.
Dengan dukungan masyarakat dan pengawasan ketat OJK, diharapkan praktik penagihan utang ke depan menjadi lebih manusiawi, etis, dan sesuai hukum.