Soroti Pemakzulan Wapres Gibran Rakabuming Raka, Pakar Hukum UGM Ulas dari Sisi Konstitusi

Kamis 01 Mei 2025, 16:36 WIB
Potret Wapres Gibran Rakabuming Raka saat bermonolog membicarakan hilirilisasi. (Sumber: YouTube/Gibran Rakabuming Raka)

Potret Wapres Gibran Rakabuming Raka saat bermonolog membicarakan hilirilisasi. (Sumber: YouTube/Gibran Rakabuming Raka)

POSKOTA.CO.ID - Belakangan ini wacara pemakzulan Gibran Rakabuming Raka sebagai wakil presiden menjadi perbincangan publik setelah adanya usulan dari Forum Purnawirawan TNI.

Dalam usulannya, Forum Purnawirawan TNI menyebutkan pertimbangan untuk memakzulkan anak dari Joko Widodo (Jokowi) tersebut.

Dalam pernyataannya, disebutkan bahwa keterpilihan Gibran terlihat dipaksakan dan dinilai pencalonannya bertentangan dengan prinsip demokrasi.

Baca Juga: Wakil Ketua MPR RI Sebut Pihaknya Belum Terima Laporan Desakan Mundur untuk Gibran

Ulasan dari Pakar Hukum Tata Negara UGM

Adanya usulan tersebut memicu diskusi terkait kemungkinan menghentikan wakil presiden. Pakar Hukum Tata Negara Universitas Gadjah Mada (UGM), Dr Yance Arizona mengatakan bahwa usulan pemakzulan tersebut belum memiliki dasar hukum yang memadai.

Menurutnya dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, proses pemakzulan harus berjalan berdasarkan ketentuan konstitusional bukan semata-mata didorong oleh opini atau tekanan politik.

“Argumen-argumennya juga tidak begitu solid secara hukum. Belum tentu ini memang satu proses hukum yang sedang digulirkan, tapi bisa jadi proses politik yang justru menjadikan spotlight pemberitaan ke arah Gibran,” ucap Yance dikutip pada Kamis, 1 Mei 2025.

Yance menjelaskan bahwa secara konstitusional, mekanisme pemakzulan presiden atau wakil presiden telah diatur secara tegas dalam pasal 7A Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Baca Juga: Diduga Jumlah Like Disuntik Padahal yang Nonton Dikit, Netizen Roasting Kelakuan Wapres Gibran di YouTube

Pasal tersebut menyatakan bahwa pemakzulan hanya dimungkinkan apabila yang bersangkutan melakukan pelanggaran hukum.

Pelanggaran tersebut berupa pengkhianatan terhadap negara, tindak pidana korupsi, penyuapan, kejahatan berat, perbuatan tercela atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai presiden atau wakil presiden.

Berita Terkait

News Update