Selain itu, total biaya, bunga, dan denda yang dikenakan tidak boleh melebihi 100 persen dari jumlah pokok pinjaman.
Sementara itu, pinjol ilegal tidak terikat aturan. Dalam banyak kasus, bunga dan denda yang dikenakan sangat tinggi dan tidak masuk akal.
Pinjaman awal yang kecil dapat membengkak menjadi ratusan juta rupiah akibat akumulasi bunga dan biaya yang tidak transparan.
3. Konsekuensi Gagal Bayar
Jika peminjam di pinjol legal mengalami gagal bayar, data mereka akan tercatat di Fintech Data Center (FDC), yang dapat memengaruhi pengajuan pinjaman di lembaga lain. Sanksi ini bersifat administratif dan tidak melibatkan tindakan yang merugikan secara pribadi.
Namun, pinjol ilegal kerap menerapkan tekanan psikologis. Peminjam bisa menerima ancaman, intimidasi, hingga penyebaran data pribadi, yang berdampak pada kesehatan mental dan rasa aman mereka.
4. Izin Akses pada Perangkat
Pinjol legal hanya diperbolehkan mengakses fitur kamera, mikrofon, dan lokasi pada perangkat peminjam. Hal ini telah diatur secara jelas oleh OJK guna melindungi privasi pengguna.
Pinjol ilegal, sebaliknya, sering meminta akses ke galeri foto, daftar kontak, dan informasi pribadi lainnya. Dalam beberapa kasus, foto pribadi peminjam bahkan diedit dan digunakan untuk mempermalukan atau mengancam korban.
5. Status Terdaftar di OJK
Pinjol legal wajib terdaftar dan diawasi oleh OJK. Hingga saat ini, terdapat 98 penyelenggara pinjaman online yang resmi terdaftar.
Masyarakat dapat melakukan pengecekan legalitas pinjol dengan mengirim pesan WhatsApp ke nomor resmi OJK: 081 157 157 157.
Jika aplikasi pinjaman tidak terdaftar di OJK, maka besar kemungkinan layanan tersebut ilegal dan berisiko merugikan penggunanya.
Dengan memahami perbedaan antara pinjol legal dan pinjol ilegal, masyarakat dapat terhindar dari kerugian finansial yang besar dan ancaman yang dapat merusak keamanan pribadi.