POSKOTA.CO.ID - 21 April menandai hari peringatan penting, yakni tokoh emansipasi perempuan Indonesia, RA Kartini.
Ia merupakan salah satu pahlawan Indonesia yang dikenal karena pemikiran dan gagasannya yang bertujuan untuk memajukan perempuan Indonesia. Tidak seperti pahlawan di medan perang, perjuangan Kartini berada pada jalur pendidikan.
Pada zamannya, Kartini adalah sosok yang kontroversial. Ia kerap dituding sebagai pembangkang tradisi, yang disempitkan pada sebatas enggan menjalin pernikahan.
Bagi Sri Mastuti dkk dalam penelitiannya bertajuk "Kartini and The Feminism Thinking in Javanese Nobles Women (Women Priyayi)" yang terbit di 1st International Conference on Social Sciences (ICSS 2018), Kartini bukan cuma sosok kontroversial pemberontak tradisi perkawinan semata.
Kartini dan Emansipasi Perempuan
Raden Adjeng Kartini, putri priyayi Jawa, melalui surat-suratnya memperkenalkan gagasan emansipasi perempuan pada awal abad ke-20.
Pendidikan bergaya Eropa yang diterimanya memang membuka pintu bagi Kartini untuk mengkritisi tatanan feodal dan patriarki yang selama itu mengekang posisi perempuan di lingkungan aristokrat Jawa.
Lewat penelitian yang disajikan pada 1st International Conference on Social Sciences (ICSS 2018), Sri Mastuti dkk menunjukkan bahwa Kartini memiliki hubungan dengan tokoh Barat, seperti Mrs. Abendanon dan Stella.
Dalam salah satu surat tertanggal 7 Oktober 1900, Kartini menegaskan penolakannya terhadap pernikahan yang diatur, meskipun harus menerima jodohnya, dengan ungkapan emosional:
"Tidak ada yang benar-benar kuinginkan dan harapkan kecuali diizinkan untuk berdiri sendiri,” kata Kartini, seperti dikutip Sri Mastuti dkk.