Kedua, Revisi UU TNI memperluas tugas militer ke 16 jenis penugasan di luar operasi militer untuk perang (OMP). Ini termasuk keterlibatan dalam penanganan bencana, aksi terorisme, bahkan pengamanan objek vital nasional tanpa persetujuan dari otoritas sipil.
Banyak yang khawatir bahwa hal ini bisa dimanfaatkan untuk militerisasi ruang sipil tanpa pengawasan publik yang memadai.
Ketiga, penambahan wewenang militer dalam berbagai ranah tidak diiringi dengan mekanisme pengawasan yang transparan dan kuat dari lembaga sipil.
Baca Juga: Kisruh Demo UU TNI di Karawang, Ambulans Pembawa Korban Aksi Diduga Dialihkan ke Polres
Ini dikhawatirkan akan membuat militer makin kebal dari kritik atau akuntabilitas, yang pada akhirnya mengancam prinsip check and balance dalam demokrasi.
Kilas balik pengesahan RUU TNI oleh DPR

UU TNI yang baru-baru ini jadi sorotan diketahui disahkan pada Kamis, 20 Maret 2025 dalam Sidang Paripurna ke-15 DPR RI. Pengesahan tersebut dipimpin oleh Ketua DPR RI Puan Maharani.
Revisi ini merupakan perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan memicu banyak perdebatan serta aksi demonstrasi, terutama dari kalangan mahasiswa dan masyarakat sipil, karena dinilai membuka peluang kembalinya dwifungsi militer dalam ranah sipil.