Meski optimal bukan berarti semena- mena, tetapi harus memperhatikan keberlanjutan sumber daya alam tersebut di masa depan, bisa dinikmati anak cucu, anak cucu berikutnya.
Sumber daya alam tidak dihabiskan untuk satu masa, jangan karena alasan ingin optimal dan maksimal, maka anak cucu kita kelak tinggal menerima ampasnya. Lebih - lebih menanggung derita karena sumber daya alam sudah "tergadaikan".
Karenanya eksploitasi kekayaan alam, selain untuk memenuhi kebutuhan masa kini, juga tidak mengorbankan kebutuhan generasi mendatang.
Perlu sikap arif dan bijak dari negara dan pemerintah di dalam mengelola kekayaan alam. Tidak saja dengan memperhatikan asas manfaat, juga efisien, keseimbangan, dan kelestariannya.
Jangan karena alasan bisnis dan ekonomi semata alam dieksploitasi tanpa dengan tanpa memperhitungkan rusaknya lingkungan yang akhirnya akan merugikan generasi mendatang.
Belakangan ini ramai dibahas soal pagar laut yang dinilai merugikan masyarakat sekitar dan merusak lingkungan.
Diprediksi akibat kokohnya pagar laut sepanjang 30,16 kilometer di pesisir pantai utara Kabupaten Tangerang, Banten telah merugikan ribuan masyarakat sekitar dengan nilai puluhan miliar. Ini baru kerugian materi, belum lagi kerusakan lingkungan.
Belum lagi juga, jika terdapat pagar laut yang sama atau hal serupa di daerah lainnya. Ini yang harus kita cegah bersama agar pengelolaan kekayaan alam tidak menyimpang dari tujuan utama.
Konstitusi kita sudah jelas dan tegas mengatur bahwa pengelolaan sumber daya alam negeri kita demi kemakmuran rakyat. Bukan demi kepentingan pejabat, kerabat, juga konglomerat.
Jika kepentingan lain yang lebih dominan, maka kemakmuran rakyat yang menjadi tujuan utama dari pemanfaatan kekayaan alam sebagaimana amanat UUD 1945, makin jauh terpinggirkan.
Kita tentu tak ingin kekayaan alam kita yang terhempas luas mulai dari pegunungan hingga lautan, dikavling-kavling demi kepentingan bisnis semata oleh sementara orang,tanpa melihat historisnya, dengan menggusur rakyat sekitarnya.
Penafsiran terhadap pasal 33 UUD 1945 tidak bisa dipisahkan dari semangat para penyusunnya dan kondisi historis yang melingkupinya. Semangat yang dibangun adalah semangat kebangsaan untuk mewujudkan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.