TPDI Gugat KPU, Anwar Usman, Jokowi hingga Mensesneg Terkait Pencalonan Gibran Cawapres ke PN Jakpus

Jumat 10 Nov 2023, 19:01 WIB
Mewakili aktivis 98, TPDI 2.0 melaporkan dugaan perlawanan hukum terkait pencalonan Gibran sebagai cawpres ke PN Jakpus. (Ist)

Mewakili aktivis 98, TPDI 2.0 melaporkan dugaan perlawanan hukum terkait pencalonan Gibran sebagai cawpres ke PN Jakpus. (Ist)

JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) 2.0 menggugat KPU dan mantan Ketua Hakim MK, Anwar Usamn terkait dugaan perbuatan melawan hukum atas pencalonan Gibran sebagai calon wakil presiden ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jumat (10/11/2023).

Gugatan ini dilayangkan TPDI mewakili para aktivis 98. Dalam gugatan ini, TPDI juga mengikut sertakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Menteri Sekretaris Negara, Praktikno sebagai turut tergugat I dan II. 

Koordinator Advokasi TPDI 2.0, Patra M Zen mengatakan, gugatan ini dilayangkan pihaknya karena menganggap pendaftaran Gibran sebagai cawapres tidak sesuai dengan Peraturan KPU Nomo 19 Tahun 2023 tentang Pencalonan Peserta Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden. 

Pasalnya, saat mendatar, KPU masih menggunakan aturan ini yang menyatakan bahwa peserta Pilpres berusian minimal 40 tahun. 

“Nah, pendaftaran menggunakan peraturan yang lama tetapi diterima oleh KPU. Apa yang dilakukan oleh KPU ini ilegal,” kata Patra, di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jumat.

Seharusnya, KPU selaku penyelenggara pesta demokrasi Indonesia ini menolak pendaftaran Gibran sebagai pasangan Prabowo Subianto. Sebab, pendaftaran ini dilakukan sebelum KPU merubah aturannya menjadi PKPU Nomor 23 Tahun 2023 pada 3 November 2023. 

“Jadi, KPU itu menerima berkas pendaftaran pada 25 Oktober sebelum peraturannya di perbaharui dan di revisi. Pertanyaanya, kenapa diterima bukan dirobek atau dikembalikan,” lanjut Patra.

Karena itu, TPDI meminta agar KPU menghentikan proses pencalonan Gibran sebagai pasangan dari Prabowo. Mereka juga menuntut untuk melakukan sita ganti rugi. 

“Kami meminta ganti kerugian matril yang disampaikan itu Rp10 juta. Kemudian imatril Rp1 triliun. Makanya kami minta rumah tergugat disita sebagai jaminan,” tambah Patra. 

Selain KPU, Patra pun turut mengugat Anwar Usman karena melanggar prinsip dan Undang-undang Kekuasaan Kehakiman. Alasannya, dalam beleid itu jelas disebutkan bahwa majelis hakim yang memiliki hubungan keluarga dengan pihak berperkara tidak boleh ikut mememeriksa dan mengadili gugatan tersebut. 

“Pak Anwar Usman keluarga Gibran atau tidak. Keluarga kan. Kenapa ikut memeriksa dan mengadili Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023,” lanjut Patra. 

Berita Terkait

News Update