JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Direktur Eksekutif Sawit Watch, Achmad Surambo mengatakan tidak semua petani menikmati keuntungan dari perpanjangan waktu pembebasan pungutan ekspor (PE) sawit hingga Oktober 2022.
Oleh karena itu, dirinya meminta pemerintah untuk menerapkan harga dasar di komoditas sawit. Ia pun tidak menampik memang ada hubungan dengan tarif, tetapi tidak 100 persen.
"Tetapi tidak 100 persen, karena harga sawit ditentukan harga penetapan," kata Achmad dalam keteranganya, Selasa, 30 Agustus 2022.
Dalam pertanian sawit, kata Achmad, harga Tandan Buah Segar (TBS) ditentukan oleh pemerintah daerah (pemda).
Dalam model seperti ini, menurut Achmad, petani swadaya paling rentan, dan akan sulit mendapatkan harga TBS yang layak.
Sebagai solusi agar petani sawit lebih sejahtera, Achmad mengusulkan diberlakukan harga dasar di samping harga penetapan.
"Seperti Padi misalnya, ada harga dasar yang disusun dari komponen produksi. Bisa gunakan harga dasar mendampingi harga penetapan," katanya.
Menurut Achmad, dengan ada harga dasar, artinya ada patokan yang layak bagi petani. Kenyataanya saat ini, kata Achmad, harga penetapan TBS di tiap daerah berbeda.
Bicara soal pemerintah pusat dan daerah, Achman menyoroti kurangnya sinergi dan implementasi dari Inpres Nomor 6 Tahun 2019 tentang Rencana Aksi Nasional Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Tahun 2019-2024.
Dalam catatannya, dari 25 provinsi yang memiliki tutupan sawit, hanya 9 provinsi yang sudah menurunkan menjadi Perda.
"Yang aksi nasional lebih integratif, sayangnya di daerah, baru beberapa provinsi saja yang mengikuti lima komponen dalam Inpres tersebut," tutur Achmad.