Islam Tumbuh di Brasil, Meningkat Jumlah Mualaf di Wilayah Miskin dan Daerah Kumuh di Kota-kota Besar Seperti Sao Paolo

Rabu 01 Jun 2022, 07:47 WIB
Pada 2012, Cesar Kaab Abdul mendirikan masjid di Jardim Cultura Fisica, Brasil. (fotodisediakan/Arab News)

Pada 2012, Cesar Kaab Abdul mendirikan masjid di Jardim Cultura Fisica, Brasil. (fotodisediakan/Arab News)

Cesar terus nge-rap dan mencapai beberapa keberhasilan. Bandnya bahkan tampil di konser rapper AS Ja Rule di Brasil.

Tapi dia tetap tertarik pada Islam dan akan terus mencari informasi tentangnya secara online.

Pada tahun 2007, ia berhubungan dengan seorang pengkhotbah Muslim di Mesir yang mengajarinya dan mengiriminya buku-buku tentang Islam. Sejak saat itu, kehidupan Cesar mulai sangat berubah.

“Dulu saya sangat radikal dalam aspek budaya dan politik Islam, tetapi kemudian saya mulai memahami sifat aslinya,” katanya.

Pada tahun 2014 Cesar melakukan haji, yang merupakan “pengalaman yang sangat mengubah.” Pada saat itu, dia sudah berhenti ikut serta dalam konser musik dan minum alkohol. Selain masjidnya, ia mendirikan pusat penyebaran Islam.

Banyak rekan hip hopnya mengikuti teladannya dan masuk Islam. Cesar mulai menggunakan pengaruh budayanya untuk menyebarkan pesan nabi, mendistribusikan Al-Qur'an bahkan kepada rapper terkenal Brasil seperti Dexter dan Mano Brown.

Masjidnya menjadi pusat sosial, dan selama pandemi Covid-19, masjid itu mendistribusikan setidaknya 30 ton makanan kepada yang paling membutuhkan di wilayah tersebut.

Salah satu buah karyanya adalah pertobatan Kareem Malik Abdul, master capoeira, kombinasi tari dan seni bela diri yang diciptakan oleh budak Afrika selama era perbudakan di Brasil (1500-1888).

“Capoeira memiliki hubungan dengan agama Afro-Brasil,” kata Kareem kepada Arab News. “Awalnya saya menolak gagasan pergi ke masjid ketika Cesar mengundang saya, tetapi kemudian saya melihat bagaimana Islam mengubah hidupnya.”

Seorang anggota lama kelompok capoeira, dia tidak suka lelucon yang dibuat rekan-rekannya tentang dia setelah pertobatannya.

“Kadang-kadang, seseorang akan mengatakan di depan semua orang di gym bahwa saya membawa bom di ransel saya. Sebagai seorang Muslim, saya dipandang sebagai teroris,” kata Kareem, yang memutuskan untuk meninggalkan rekan-rekannya dan memulai kelompok capoeiranya sendiri.

“Mereka melihat capoeira sebagai bentuk pertempuran dan terkadang bisa menjadi kekerasan. Dalam kelompok saya, saya memutuskan untuk fokus pada dimensi musik, budaya dan sejarah capoeira, menekankan aspek manusia.

Berita Terkait

News Update