“Aku ingin mengenang malam indah ini bersama mba Andinah,” kata Jamirin.
Khas bahasa anak sekarang, “mbak” hanya ditulis “mba”. Salah tapi kaprah.
Lama-lama Andinah jengkel juga, karena WA-nya penuh dengan rayuan gombal.
Maka untuk pelajaran, WA ngajak kencan itu lalu disampaikan ke suami. Tentu saja Wahono marah pada pengirim WA.
Seperti Jember ini sudah kekurangan stok wanita, sampai-sampai bini orang pun ditaksirnya.
Agar tidak berlarut-larut, malam itu juga Wahono ke jembatan Sempolan yang dijanjikan Jamirin sebagai tempat pertemuan.
Ternyata benar anak muda itu sudah ada di motornya. Tapi begitu tahu yang datang justru suaminya, buruan Jamirin hendak kabur.
“Kacau, bagaimana urusannya, kok malah suaminya yang datang,” kata Jamiran sambil menstater motornya untuk kabur.
Sialnya, sepeda motor ketika distarter malah macet. Sambil memegangi stang motor Jamiran, Wahono mempertanyakan apa maksud WA-nya yang mengajak bertemu malam-malam di atas jembatan.
Apa mau jadi “Si Manis jembatan Sempolan”? Makin bingunglah Jamiran, sehingga akhirnya motor ditinggalkan dan kemudian......byurrrr dia terjun ke kali Kalisat di bawahnya yang beraliran deras dan keruh karena banjir.
Wahono pun segera malapor ke Polsek Silo, yang diteruskan ke Tim SAR. Malam itu juga diadakan pencarian, tapi belum ketemu juga.
Baru esok paginya Jamiran ditemukan dalam kondisi sudah meninggal, atau wafat menurut bahasa anak muda sekarang.
Memburu nikmat malah jadi mayat. (gts)