Dua WNA Bandar Sabu Hanya Divonis 20 Tahun Penjara, INW: Apa Dasar Pengadilan Tinggi Banten  Berikan Putusan Tersebut

Senin 28 Jun 2021, 07:14 WIB
Direktur Indonesia Narkotic Watch (INW), Budi Tanjung. (Ist).

Direktur Indonesia Narkotic Watch (INW), Budi Tanjung. (Ist).

JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Majelis hakim Pengadilan Tingggi Banten dan Pengadilan Tinggi Jawa Barat, meringankan hukuman bandar dan kurir narkoba.

Mereka adalah Bashir Ahmed dan Adel, pelaku penyalahgunaan narkotika jenis sabu seberat 821 Kilogram (KG) yang lolos dari hukuman mati setelah Pengadilan Tinggi Banten menganulir mereka.

Kedua bandar narkotika itu hanya dihukum 20 tahun kurungan penjara.

Bashir Ahmed merupakan Warga Negara Asing (WNA) asal Pakistan yang sengaja menyebar narkotika tersebut ke Indonesia bersama Adel bin Saeed Yaslam Awadh, WNA asal Yaman.

Bandar narkoba ini mengirim sabu sari Iran melalui perairan Tanjung Lesung wilayah Banten Selatan pada awal tahun 2020 lalu.

Direktur Indonesia Narkotic Watch (INW), Budi Tanjung menduga adanya indikasi main mata antara Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Banten dengan bandar narkoba jenis sabu.

Sehingga, perlu dipertanyakan kepada pihak Pengadilan Tinggi Banten apa alasan menganulir keputusan tersebut.

"Kepala Pengadilan Tinggi, termasuk hakim yang tangani perkara ini, perlu dimintai alasan atau dasar mengambil keputusan anulir hukuman mati menjadi 20 tahun penjara," ujarnya, Minggu (27/6/2021).

Untuk itu, ia meminta kepada Komisi Yudisial, memerika pihak Pengadilan Tinggi Banten terkait kasus ini.

Bila perlu, kata Budi, pihak yang menangani kasus ini dilakukam audit keungan guna mengetahui apakah ada permainan antara bandar narkoba dengan Pengadilan Tinggi Banten.

Apalagi, kasus ini masuk dalam kategori ekstra ordinary crime yang artinya kejahatan luar biasa, sebab dapat memiliki dampak yang sangat buruk bagi kehidupan manusia.

"Kenapa kok mereka semudah itu menganulir hukuman mati menjadi 20 tahun penjara persoalan perkara hukum kejahatan trans nasional," terang Budi.

Jika alasannya Hak Asasi Manusia (HAM), maka kata Budi tidak pantas diberikan kepada bandar narkoba. Sebab, karena perbuatan bandar narkoba ini, dapat membunuh jutaan manusia di Indonesia karena nemakai narkoba.

"Kami sangat mendukung Hak Asasi Manusia, tapi harus ada pembeda dengan kejahatan narkotika karena kejahatan ini tidak ada lagi kompromi," ucapnya.

"Menteri Hukum dan HAM serta pak Presiden pernah menegaskan tidak akan pernah main-main dengan kasus narkoba, yaudah buktikan dong," sambungnya.

Sebagai informasi, kasus ini berawal pada akhir Februari 2020, Bashir dan Adel tiba di Indonesia dan menginap di apartemen milik Adel di kawasan Pejaten Timur, Jakarta Selatan.

10 hari tinggal di Jakarta, Bashir di telepon Satar yang merupakan Daftar Pencarian Orang (DPO) dalam kasus ini yang isinya 'barang sabu akan dikirim ke Indonesia'.

Setelah mendapat arahan bahwa sabu akan tiba di Indonesia, Bashir meminta Adel membantunya karena Adel kebetulan sudah lama tinggal di Indonesia.

Setelah disetujui Adel, Bashir saling berbagi lokasi dengan Satar melalui WhatsApp.

Setelah tahu keberadaan Satar, Bashir meminta Adel mencari tempat untuk menyimpan barang berupa sabu yang lokasinya tidak jauh sesuai di alat GPS Satar.

Adel bilang lokasi di GPS itu berada di Tanjung Lesung, lalu Adel menyanggupinya dan menuruti perkataan Bashir.

Singkat cerita, sesampainya mereka di Tanjung Lesung, Banten, Bashir dan Adel mencari tempat untuk bisa menyimpan sabu hingga akhirnya ditemukan sebuah ruko yang harga sewanya Rp 15 juta selama 1 tahun.

Penjemputan sabu itu dilakukan dengan cara yang sama, yakni Bashir dan Adel membawa mobil yang disewa, kemudian menemui Satar yang berada di kapal di pinggir pantai.

Sabu yang dijemput Bashir dan Adel dalam dakwaan ada sebanyak 390 bungkus. Masin-masing bungkus itu seberat 1 kilogram.

Apa Penjemputan sabu ini terjadi lagi pada Mei 2020, Bashir kembali dihubungi Satar kemudian dijemput di pinggir pantai.

Kali ini, jumlahnya ada 430 bungkus juga seberat 1 kilogram perbungkusnya.

Pengambilan sabu kedua itu adalah yang terakhir. Sebab, selang beberapa hari setelah dia mengambil sabu itu polisi menemukan lokasi penyimpanan sabu itu dan menangkap keduanya.

Sebelum ditangkap, Adel atas perintah Bashir juga sudah menjual 49 kilogram sabu senilai 500 dolar AS per kilogramnya. Namun, Adel belum menerima upah atas penjualannya itu. (cr01).

Berita Terkait

News Update