Polling Kemendes PDTT: Gegara Covid-19, Mayoritas Kades Tidak Setuju Mudik

Rabu 15 Apr 2020, 12:20 WIB
Relawan desa sedang mendata warganya yang mudik dari jakarta dan kota lainnya.(ist)

Relawan desa sedang mendata warganya yang mudik dari jakarta dan kota lainnya.(ist)

Alasan sosial (45,51%) dan ekonomi (43,18%) menjadi prioritas kedua yang penting bagi kades yang setuju mudik. Dengan proporsi alasan kesehatan yang juga lebih rendah di atas, tampaknya kepala desa kategori ini masih terpaut kebiasaan mudik sebelumnya.

Bagi kedua kategori kepala desa, keamanan, apalagi politik, tidak dilirik untuk beropini mudik atau tidak mudik. 

"Alasan-alasan kepala desa itu berkonsekuensi bagi kebijakan. Pertama, berbagai aspek kesehatan harus menjadi argumen utama, terutama merujuk opini tidak mudik sebagai opini mayoritas kepala desa," kata Ivanovich. 

Kedua, jika kebijakan tidak-mudik hendak dikuatkan, sekaligus diperlukan kontra argumen sosial (seperti adat mudik) dan kontra argumen ekonomi (seperti pendapatan menurun di kota). Contohnya, keluarga masih bertatap muka lewat telematika, dan berkirim surat, agar tetap bisa kopi darat seusai pandemi. Sekarang hidup prihatin, tapi dengan berjauhan akan memutus pandemi, sehingga kelak pendapatan normal kembali.

Polling dengan margin eror 1,31 persen inii juga dalami opini kepala desa yang tidak setuju mudik. Ternyata muncul pendapat yang berimbang antara pilihan kebijakan berupa himbauan agar tidak mudik (49,86%) atau larangan mudik (50,14%). 

Opini fifty-fifty ini mencuatkan keraguan efektivitas dua jenis kebijakan itu bagi kepala desa yang tidak setuju mudik. Keraguan inilah yang harus segera diisi dengan keputusan lebih tegas dari pimpinan pada level lebih tinggi. 

Opini fifty-fifty itu jika hendak diterapkan apa adanya, akan menghasilkan alternatif format kebijakan yang mengandung sekaligus larangan dan himbauan untuk tidak mudik. 

Pertama, mudik dilarang, dan kehidupan migran di kota harus didukung pemerintah kota. Kedua, yang terpaksa mudik harus memiliki alasan kuat karena dari sisi kesehatan membahayakan desa, dan di desa harus melapor ke Relawan Desa Lawan Covid-19. Relawan ini dibentuk sebagai konsekuensi Surat Edaran Menteri Desa PDTT No 11/2020 yang terbit 24 Maret 2020. Pada saat ini ada lebih dari 550 ribu relawan di 4.500-an desa di seluruh Indonesia. Jumlahnya cenderung meningkat dari hari ke hari.

Di sinipun, kesehatan masih mencuat sebagai alasan hampir mutlak bagi seluruh kepala desa (88,92% pada pendukung larangan, dan 86,24% pada pendukung himbauan). Pendukung himbauan untuk mudik selanjutnya mengemukakan alasan ekonomi (33,54%), kemudian diikuti sosial (19.95%) dan keamanan (21.32%). Adapun pendukung larangan mudik selain didasarkan alasan kesehatan, juga alasan sosial (24,59%), lalu diikuti  ekonomi (16,28%) dan keamanan (16,79%).

Berbagai konfigurasi landasan argumen itu menunjukkan alternatif kebijakan perlu berlandaskan alasan kesehatan yang sekaligus ditautkan dengan alasan sosial, ekonomi, dan keamanan. Contohnya: tidak mudik untuk mencegah penyebaran Covid-19, sebagai rasa sayang kepada anggota keluarga agar tidak terkena wabah, lagipula pemerintah menjamin kebutuhan dasar dan keamanan di kota. 

Polling diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa (PPMD) dan Badan Penelitian dan Pengembangan, Pendidikan dan Pelatihan, dan Informasi (Balilatfo), Kementerian Desa PDTT. Ini dikerjakan sebagai bagian dari pendampingan desa di seluruh Indonesia.(tri)


Berita Terkait


News Update