SEKDA itu tangan kanannya gubernur, apa lagi DKI Jakarta yang tak punya Wagub. Karenanya Sekda Saefullah harus bisa segendang sepenarian dengan Gubernur Anies Baswedan. Maka ketika gubernurnya bilang berulang kali air tanah harus masuk ke tanah, dia cukup katakan banjir meluas nikmati saja. Sebab banjir itu sebenarnya cuma waiting list air masuk ke bumi.
Menjadi Sekda di era Gubernur Anies, Saefullah harus siap capek luar biasa. Apa kata sang gubernur, dia harus memback up, tak boleh mengoreksi atau mementahkan. Maklum, ini politik cari aman. Dia adalah Sekda peninggalan Ahok, tapi tetap bisa dipakai Gubernur Anies, karena mampu segendang sepenarian. Anies menari lenso, Saefullah harus bisa menari lenso. Gubenurnya menari cha cha cha, Pak Sekda harus bisa pula menari cha cha cha.
Ketika surat ke Sekneg soal revitalisasi Monas salah lampirkan rekomendasi pendukung, jawab saja itu hanya salah ketik belaka. Ketika berulang kali Gubernur Anies bilang bahwa air harus masuk ke tanah, maka biar banjir terus datang berjilid-jilid, dia cukup menggaris bawahi dengan bilang, “Nikmati saja banjir itu, bukankah dalam tubuh manusia dua pertiganya (60 persen) juga terdiri dari air?”
Merujuk dari ucapan Sekda Saefullah, maka banjir besar di Jakarta ini kemungkinan besar ada juga andilnya warga kota yang beser (kencing melulu) dan diare. Setidaknya sumbangan air itu datang dari warga kota yang tak punya septic tank di rumah. Mereka cukup mengalirkannya ke kali di dekatnya atau bahkan pasang WC helikopter.
Maka harus diacungi jempol ketika Pemprov DKI pada tahun 2020 ini menganggarkan Rp 166 miliar untuk pembangunan 30 septic tank komunal bagi penduduk miskin di seputar kali-kali di Ibukota. Niscaya ini akan mengurangi debit air di setiap aliran sungai. Bagaimana jika nantinya tetap terjadi luapan kali dan banjir? Oh, itu kan hanyalah sekelompok air yang masuk waiting list untuk masuk ke bumi. – (gunarso ts)