“Saya sudah mengeluarkan surat edaran juga kepada seluruh daerah agar dana-dana tersebut betul-betul dipakai untuk kepentingan yang tadi yang dari pusat mungkin tidak bisa dipenuhi karena apa? Karena spesifik (kebutuhannya), misalnya tadi kebutuhan perempuan masalah popok, pampers kemudian lagi sabun, detergen,” kata Mendagri.
Sebagai catatan, UU Nomor 23 Tahun 2014 tidak mengatur mekanisme pencopotan kepala daerah, tetapi memberikan ketentuan mengenai sanksi pemberhentian sementara. Dalam Pasal 77 ayat (2), kepala daerah yang melakukan perjalanan ke luar negeri tanpa izin dapat dijatuhi sanksi pemberhentian sementara selama tiga bulan.
"Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah yang melakukan perjalanan ke luar negeri tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ayat (1) huruf i dikenai sanksi pemberhentian sementara selama 3 (tiga) bulan oleh Presiden untuk gubernur dan/atau wakil gubernur serta oleh Menteri untuk bupati dan/atau wakil bupati atau wali kota dan/atau wakil wali kota," bunyi Pasal 77 ayat (2).
Adapun mekanisme pemberhentian kepala daerah berbeda dari pemberhentian sementara. Proses pemberhentian harus dimulai dari rapat paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) yang minimal dihadiri 3/4 anggota dan disetujui oleh 2/3 peserta rapat.
Keputusan rapat tersebut kemudian diusulkan ke Mahkamah Agung (MA) untuk memperoleh pertimbangan sebelum diambil keputusan lebih lanjut.
