Tiga bulan setelah laporan masuk, polisi menetapkan Evie Effendi dan tiga anggota keluarganya sebagai tersangka.
Kompol Anton selaku Kepala Satuan Reserse Kriminal Polrestabes Bandung menyampaikan bahwa Evie dijerat dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan KDRT.
“Sudah kami tetapkan yang bersangkutan bersama tiga orang lainnya sebagai tersangka,” ujar Anton, Jumat, 5 Desember 2025.
Penahanan belum dilakukan karena penyidik masih menunggu pemeriksaan lanjutan. Bila panggilan tidak dipenuhi, polisi membuka opsi penjemputan paksa.
Baca Juga: Bojan Hodak Optimis Persib Bandung Bisa Atasi Borneo FC, Lefundes Ekstra Waspada
Profil Singkat Evie Effendi
Evie Effendi lahir di Bandung pada 19 Januari 1976. Sebelum menjadi pendakwah, ia bekerja lebih dari 15 tahun di industri denim sebagai R&D Matching Colour.
Popularitasnya meningkat melalui ceramah dengan gaya penyampaian yang modern dan menggunakan bahasa gaul. Pendekatan ini membuatnya dikenal dekat dengan anak muda, terutama melalui media sosial dan majelis offline.
Namun, ini bukan pertama kalinya Evie menjadi sorotan. Pada 2018, ia pernah menuai kritik setelah menyampaikan pernyataan kontroversial terkait Nabi Muhammad SAW. Ia kemudian meminta maaf dan memberikan klarifikasi.
Kasus ini memunculkan reaksi beragam dari masyarakat. Sebagian memisahkan perkara hukum dengan karya dakwahnya, sementara lainnya mempertanyakan integritas moral seorang figur publik keagamaan.
- Secara sosial, kasus ini membuka kembali diskusi mengenai:
- Kekerasan dalam rumah tangga yang dialami anak
- Relasi kuasa dalam keluarga
- Pertanggungjawaban publik tokoh agama
Kasus dugaan KDRT yang menjerat nama pendakwah Evie Effendi menunjukkan bahwa setiap bentuk kekerasan, baik fisik maupun verbal, harus diproses secara hukum tanpa memandang status sosial.
Proses penyidikan masih berlanjut, dan hasil akhir akan bergantung pada proses persidangan serta alat bukti yang sah. Perkembangan kasus ini diperkirakan terus menjadi perhatian publik hingga adanya keputusan hukum final.
