Sidoarjo berharap agar Pemda Jakarta dapat segera menyelesaikan persoalan klasik ini agar mereka dapat menikmati akses air bersih yang lebih aman dan terjangkau.
"Ya, mudah-mudahan PAM Jaya dapat bisa masuk ke sini, biar kita ga perlu mahal-mahal buat beli air bersih," kata Sudiarjo.
Dirinya telah tinggal di kawasan itu selama dua dekade, sejak belum banyak bangunan berdiri, namun akses air bersih belum menunjukkan perubahan berarti.
Sementara itu, Erawati, 59 tahun, yang menetap sejak 2012, juga menghadapi masalah serupa. Ia menggunakan air bor dekat musala setempat dengan iuran Rp150.000 per bulan.
Air tersebut digunakan untuk mandi dan mencuci dengan warna keruh, sedangkan untuk kebutuhan memasak dan minum, ia mengandalkan air galon.
“Buat masak itu isi ulang. Kalau untuk cucu pakai galon asli,” katanya.
Erawati mengaku, air galon isi ulang dibeli seharga Rp6.000, sementara galon bermerek untuk cucunya yang berusia masih bayi ia beli seharga Rp22.000.
Baca Juga: Pengamat Tata Kota Sebut Tiga Hambatan Air Bersih Sulit Didapatkan Warga Muara Angke
Dalam sebulan, Erawati dapat menghabiskan hingga lima galon isi ulang, meski jumlah itu tidak menentu.
“Kalau ada dua ya dua, kalau habis beli lagi. Enggak tentu,” ungkapnya.
Namun kebutuhan air bersih tetap menjadi pengeluaran yang tidak bisa dihindari.
Pengakuan dua warga ini menggambarkan betapa krusialnya persoalan air bersih di Muara Angke.
