POSKOTA.CO.ID - Melalui unggahan di akun Instagram pribadinya, @inul.d, Inul menyampaikan simpati mendalam kepada korban bencana di Aceh dan wilayah lain di Sumatera.
“Turut berduka cita yang sedalam-dalamnya untuk keluarga kita di Aceh dan bagian Sumatra yang lain. Ya Allah. Tidak bisa berkata-kata…” tulisnya, dikutip pada Rabu, 3 Desember 2025.
Selain menyatakan duka, Inul juga menyoroti fenomena pencitraan yang muncul saat bencana, ketika sejumlah pejabat atau figur publik datang ke lokasi bencana, lalu mempublikasikan aktivitas mereka.
Menurut Inul, hal itu menunjukkan “kemunduran” apabila dijadikan alat memperkaya diri, sementara korban terus menderita. Ia menegaskan bahwa jika penanganan bencana benar-benar serius, maka aksi nyata dan cepat dari negara, bukan sekadar “foto-foto” dan liputan yang dibutuhkan.
Baca Juga: Siapa Sosok Ferry Irwandi? Viral Kumpulkan Donasi Banjir Sumatera Rp10,3 M
Gambaran Bencana di Sumatera: Skala Kerusakan dan Korban
Bencana banjir bandang dan tanah longsor yang melanda bagian utara Pulau Sumatera termasuk provinsi Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat, tergolong luar biasa luas.
Data terkini dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menunjukkan bahwa korban meninggal telah mencapai 753 jiwa, sementara 650 orang dilaporkan hilang, dan 2.600 orang terluka. Total warga terdampak diklaim mencapai 3,3 juta jiwa.
Kerusakan fisik juga masif: ribuan rumah rusak parah, fasilitas umum seperti jembatan, sekolah, dan fasilitas ibadah banyak yang hancur atau rusak berat. Infrastruktur vital lumpuh, banyak daerah sempat terisolasi, menyulitkan akses bantuan ke lokasi terdampak.
Situasi ini menggambarkan betapa krusialnya respons cepat dan terkoordinasi baik dari pemerintah, lembaga terkait, maupun masyarakat untuk penyelamatan korban, penyaluran bantuan, dan mitigasi dampak jangka panjang.
Etika Figur Publik dalam Krisis
Keluhan Inul terhadap “pencitraan” di masa bencana mengandung pesan moral dan sosial yang penting. Menurutnya, ketika pejabat atau figur publik datang ke lokasi bencana, seringkali efeknya tak lebih dari sekadar dokumentasi media.
Padahal, yang dibutuhkan saat situasi darurat adalah “action” nyata — bantuan kemanusiaan, logistik, koordinasi penyelamatan, bukan sekadar liputan foto atau video yang bisa menjadi sorotan publik.
