Pembudidaya di Muara Angke Jakut tak Tahu Kerang Hijau Mengandung Zat Berbahaya

Rabu 03 Des 2025, 19:52 WIB
Aktivitas pengupasan kerang hijau di Muara Angke, Penjaringan, Jakarta Utara, Rabu, 3 Desember 2025. (Sumber: POSKOTA | Foto: Dhiya Ahmad Fauzan/M2)

Aktivitas pengupasan kerang hijau di Muara Angke, Penjaringan, Jakarta Utara, Rabu, 3 Desember 2025. (Sumber: POSKOTA | Foto: Dhiya Ahmad Fauzan/M2)

PENJARINGAN, POSKOTA.CO.ID - Pembudidaya kerang di Muara Angke, Penjaringan, Jakarta Utara, mengaku tidak mengetahui adanya kandungan zat berbahaya pada kerang hijau yang mereka budidayakan.

Sarwan, 52 tahun, salah satu pembudidaya kerang hijau di lokasi ini mengaku sama sekali tidak tahu soal zat berbahaya pada kerang hijau.

Ia mengaku hanya mengetahui jika kerang hijau yang dibudidaya sendiri itu tidak layak untuk dijual jika dalam keadaan tercampur rumput. Warga biasa menyebutnya 'brojol'.

"Kadang-kadang ada brojol, kayak rumput, itu enggak bisa dijual, ada rumput-rumputnya," kata Sarman di lokasi, Rabu, 3 Desember 2025.

Baca Juga: Pemprov Jakarta Temukan Kandungan Limbah Logam Berat pada Cangkang Kerang Hijau

Sarman menyampaikan bahwa nelayan biasanya memilih kerang hijau yang sudah siap dijual dengan kualitas yang baik. Jika kerang tidak bagus, maka akan langsung dibuang.

"Kalau yang begitu langsung dibuang, enggak bisa dikonsumsi juga," ungkap dia.

Bisa Produksi Hingga 2 Ton Per Hari

Sariyah, 53 tahun, selaku pengusaha kerang hijau mengatakan bahwa aktivitas pengupasan kulit kerang hijau di sini setiap harinya berjalan.

"Setiap hari, liburnya kalau lagi lebaran doang karena pada pulang kampung. Libur paling cuma 3 hari," kata dia beberapa waktu lalu.

Sariyah menyampaikan bahwa setiap harinya, dua ton kerang hijau bisa dikupas yang dilakukan oleh pekerja yang merupakan ibu-ibu dari warga RW 22 Muara Angke.

"Ya banyak, ton-tonan. Kalau 100 ember dapatnya 8 kwintal. Kalau 300 ember ya dapatnya se-ton lebih," ungkap dia.

Sedikitnya 30 orang pengupas kerang hijau setiap harinya bekerja memisahkan daging kerang dari kulit atau cangkangnya itu.

Mereka dengan gigih bekerja untuk mendapatkan penghasilan yang ternyata merupakan penghasilan utama warga RW 22 Muara Angke.

Sariyah mengatakan, para pekerja dibayar Rp30 ribu untuk satu ember kerang hijau yang siap dikupas. Biasanya satu pekerja umumnya mampu mengerjakan sebanyak tiga ember.

"Dibayar Rp30 ribu per ember. Biasanya 3 ember, kalau banyak 4 ember," jelas dia.

Sariyah sendiri mengatakan bahwa kerang hijau itu didapat dari hasil budidaya sendiri di laut. Nelayan memanfaatkan bahan yang ada untuk melakukan budidaya kerang hijau.

"Kalau budidaya-nya ya adanya di laut, kita budidaya sendiri. Jadi di dalam laut pakai galon, pakai kayu gitu," ucap dia.

Daging kerang hijau yang telah dikupas dari kulit atau cangkangnya itu, tambah Saniyah, selanjutnya dia bawa ke tempat pelelangan yang tidak jauh dari lokasi untuk dijual.

"Dijual ke pelelangan. Atau biasanya ada anak buah yang datang buat ngambil," tutur dia.

Sementara, untuk kulit atau cangkang kerangnya sendiri, Saniyah telah menyiapkan lahan untuk menimbun kulitnya itu.

Menurut dia, kulit kerang yang ditimbun itu lama kelamaan akan hancur dengan sendirinya. Hal ini dikarenakan adanya aktivitas warga.

Sariyah sangat menyadari akan limbah yang berbahaya bagi ekosistem laut. Bahkan dirinya menuturkan, limbah juga dapat merusak kualitas kerang yang dia hasilkan.

"Air kotoran masuk masuk ke laut kerang bisa mati. Kadang-kadang mati kan ngaruh (ke penjualan)," ungkapnya.

Terdapat Kandungan Zat Berbahaya

Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta menemukan adanya kandungan limbah logam berat pada limbah cangkang kerang hijau.

Hal ini berdasarkan hasil penelitian Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan, dan Pertanian (KPKP) yang dilakukan pada cangkang kerang hijau di perairan Jakarta.

"Berdasarkan hasil pemantauan dan penelitian yang dilakukan, kerang hijau dari perairan Jakarta ditemukan mengandung logam berat seperti timbal (Pb), merkuri (Hg), dan kadmium (Cd)," kata Kepala Dinas KPKP DKI Jakarta, Hasudungan Sidabalok melalui pesan, Selasa, 2 Desember 2025.

Hasudungan menyampaikan, kerang ini berpotensi mengakumulasi zat aditif maupun kontaminan kimia lain dari air laut yang tercemar.

"Sehingga berisiko membahayakan kesehatan masyarakat jika dikonsumsi secara langsung," tuturnya.

Kondisi ini, kata Hasudungan, dipicu oleh tingginya tingkat pencemaran di perairan pesisir DKI Jakarta yang bersumber dari limbah domestik, limbah industri, serta aktivitas pelayaran dan darat yang bermuara ke Teluk Jakarta.

Sebagai filter feeder, kerang hijau sangat rentan menyerap polutan dari lingkungannya, sehingga produk akhirnya tidak selalu aman untuk dikonsumsi.

Baca Juga: Kerang Hijau Jadi Penopang Hidup Warga RW 22 Muara Angke Jakut, Begini Ceritanya

"Sejauh ini, belum ditemukan alternatif mata pencaharian yang mampu memberikan hasil ekonomi setara atau lebih menjanjikan dibandingkan budidaya kerang hijau untuk masyarakat lokal," ucap Hasudungan.

Hasudungan berujar, upaya pengalihan usaha masih terbatas dan memerlukan kajian mendalam dari aspek ekonomi, kelayakan teknis, serta keamanan produk.

Meski demikian, Pemprov DKI memastikan pemantauan kondisi perairan atau lingkungan budidaya tetap dilakukan secara rutin.

Selain itu Dinas KPKP juga berupaya mengkaji potensi pengembangan usaha budidaya lain yang lebih aman, berkelanjutan, dan memiliki nilai ekonomi stabil tetap terus dilakukan.

"Dinas KPKP tetap berkomitmen untuk mendukung upaya pengelolaan sumber daya pesisir secara bertanggung jawab demi keberlangsungan ekosistem dan kesejahteraan masyarakat pesisir Jakarta," ucap Hasudungan.


Berita Terkait


News Update