JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Pembebasan lahan untuk proyek normalisasi Kali Ciliwung sedang dilakukan. Namun, proyek tersebut memicu kekhawatiran warga terkait ganti rugi.
Debby Anggraini, 47 tahun, warga Kelurahan Pengadegan, Kecamatan Pancoran, Jakarta Selatan, menilai, keterlibatan broker dalam urusan ganti rugi pembebasan lahan berpotensi memberatkan masyarakat. Menurutnya, pihak broker diyakini bisa mematok potongan banyak.
"Lucunya gini, mungkin ini kalau pemerintahnya dari sana, dia orangnya minta nih 1 meter 7 juta, sama pemerintah mungkin langsung dibayar, tapi kan ini broker, mafia tanah yang turun," kata Debby, Senin, 24 November 2025.
Ia mencontohkan, jika tanah seluas 301 meter persegi dibayar Rp8 juta per meter dan dipotong 20 persen, uang yang diterima sedikit. Sementara itu, uang ganti rugi pembebasan lahan harus dibagikan kepada empat keluarga.
Baca Juga: Terkait Normalisasi Kali Ciliwung, Pengamat Tata Kota Ingatkan Pentingnya Kejelasan Status Tanah
"Kalau ini potongannya 20 persen, uang kita sisa separuh, belum nanti potongan pajak. Jadi artinya dari pemerintah sendiri belum ada omongan berkait berapa per meter? Belum, belum ketahuan sampai sekarang," ucapnya.
Lebih lanjut, Debby menyampaikan, sebagian besar tetangganya sudah menyetujui dan menandatangani kesepakatan tanpa tahu nominal ganti rugi per meter.
"Awalnya suami saya kurang tanggap. Cuek. Ngandelin abangnya yang jadi RT. Abangnya ini sama dia bertolak belakang. Malah dia nyuruh buru-buru tanda tangan," ujarnya.
"Harusnya kan ini mikir ke depan, nanti nasib adik-adik gue gimana. Ini enggak. Buruan, tanda tangan. Kalau nggak tanda tangan, buru-buru. Nanti diusir pemerintah, enggak dapet apa-apa," tuturnya.
Baca Juga: Normalisasi Ciliwung, Warga Terdampak Belum Dapat Nilai Ganti Rugi Pembebasan Lahan
Sementara itu, warga sudah dibuatkan rekening untuk menampung uang ganti rugi lahan tanpa tahu jumlah nominal.
"Rekeningnya aja udah dibikin. Nominalnya kita belum tahu, tapi rekening udah dibikinin. Nanti jadi tuh pas begitu pembebasan, duit itu udah direkening," katanya.
Ia dan warga lain menegaskan enggan menandatangni kesepatakan sebelum nominal tersebut disampaikan pemerintah.
"Kalau di sini, di pinggiran ini, sebenernya ada berapa rumah kecil, Banyak. Cuman udah pada tanda tangan. Soalnya tinggal keluarga saya doang yang belum," ungkap Debby.
Ia berharap adanya dialog langsung dengan pemerintah agar informasi pembebasan lahan menjadi transparan.
"Kita maunya tuh, kita ngomong dulu sama pemerintah. Nanti pemerintah jawabannya apa. Pasti kan kita enak," katanya.
Baca Juga: Kendalikan Banjir, DPRD DKI Desak Percepatan Normalisasi Ciliwung
Nursiah 73 tahun, warga Kelurahan Pengadegan, Jakarta Selatan, memilih pulang kampung ke Karawang jika uang ganti rugi sekitar Rp100 juta. Ia menilai, tempat tinggal di Jakarta mahal.
"Yang penting kalau kalau bisa dapat duit, ibu pulang kampung aja, bangun rumah gitu," ujarnya.
Di samping itu, ia juga enggan mengontrak rumah, karena harganya cukup mahal.
"Sedih aja sih gitu, sudah biasa di sini mau pindah mana kita? Sekarang cari kontrakan mahal," kata Nursiah kepada Poskota, Senin, 24 November 2025.
Baca Juga: Normalisasi Ciliwung Dilanjutkan, Pemprov Jakarta Siapkan Rp232 Miliar untuk Pembebasan Lahan
Sementara itu, Nursiah sudah diminta untuk mengosongkan rumah bulan depan. Dengan kondisi tersebut, ia hanya bisa pasrah dan mengikuti proses yang berlaku.
"Bulan depan katanya harus udah di kosongin," Kata Nursiah.
Dia menyatakan hanya bisa mengikuti proses yang ada, meski ia pribadi menolak opsi relokasi ke Rumah Susun (Rusun) dan lebih memilih bertahan di lokasi saat ini. (cr-4)
