POSKOTA.CO.ID - Dunia kecantikan dan rias pengantin di Lombok sedang ramai skandal kepercayaan yang memicu debat publik. Seorang make up artist (MUA) yang viral dengan nama "Dea Lombok", dikenal dengan hijab dan penampilan femininnya, terbukti secara mengejutkan adalah seorang pria bernama asli Denny.
Kasus ini mencuat ke permukaan setelah sebuah unggahan dari akun Instagram @nasikrawumataram mengungkap identitas asli Denny, yang berasal dari Desa Mujur, Kecamatan Praya Timur, Lombok Tengah.
Penyamarannya didukung dengan penggunaan hijab dan mukena dalam kesehariannya, sehingga berhasil mengelabui banyak klien selama ini.
Baca Juga: Gus Elham Yahya Buka Suara Ditengah Kecaman, Usai Viralnya Video Cium Anak Kecil
Kepercayaan yang Terkoyak, Pengantin yang Merasa Dikhianati
Bagi banyak mantan kliennya, penemuan ini terasa seperti pengkhianatan. Seorang korban, yang enggan disebutkan namanya, membagikan pengalamannya melalui pesan langsung. Ia mengungkapkan kekagumannya awalnya pada penampilan "Dea" yang cantik.
“Waktu nikah saya pakai jasa MUA, dan waktu itu ternyata si D ini teamnya MUA yang saya pakai. Awalnya kagum karena penampilannya cantik banget,” tulisnya. “Dia yang masangin attire nya. Waktu itu saya nggak curiga karena mengira dia cewek tulen. Tapi setelah tahu, ternyata saya dipasangkan atribut oleh seorang pria.”
Unggahan serupa dari korban lain bermunculan, mengekspresikan rasa ketidaknyamanan, malu, dan merasa ditipu. Sentimen ini kemudian membanjiri media sosial, dengan banyak netizen menyoroti betapa rapuhnya fondasi kepercayaan dalam industri jasa yang sangat personal seperti rias pengantin.
Melampaui Penipuan: Tuduhan Pelanggaran Norma Agama
Skandal ini tidak hanya berhenti pada persoalan etika profesi. Akun @nasikrawumataram, yang pertama kali membongkar kasus ini, menuduh bahwa aksi Denny tidak hanya menipu secara sosial.
Tetapi juga berpotensi melanggar norma-norma keagamaan, mengingat interaksinya yang sangat dekat dengan perempuan-perempuan yang dirias dalam keadaan berhijab dan menggunakan mukena.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada pernyataan resmi dari aparat penegak hukum setempat atau otoritas keagamaan seperti Majelis Ulama Indonesia (MUI) NTB.
Kevakuman respons ini justru memicu spekulasi dan menambah kegelisahan publik, sementara para korban mendesak diambilnya tindakan hukum yang tegas dan transparan.
Dampak Berantai dan Pukulan bagi Komunitas MUA
Insiden ini tidak hanya merugikan klien secara langsung, tetapi juga memberikan dampak negatif bagi reputasi komunitas MUA di Lombok dan sekitarnya.
Banyak MUA yang khawatir kasus ini akan menimbulkan kecurigaan umum dan merusak kepercayaan yang telah lama dibangun dalam industri jasa kecantikan.
Baca Juga: Perceraian Andre Taulany dan Erin Disahkan Pengadilan Agama Jakarta Selatan, Usai Gagal di Tigaraksa
Regulasi dan Perlunya Perlindungan Konsumen
Kasus "Dea Lombok" menyingkap sebuah celah besar: minimnya regulasi dan pengawasan ketat di sektor jasa pribadi berbasis kepercayaan.
Praktik penyamaran identitas seperti ini dapat dikategorikan sebagai penipuan yang melanggar Undang-Undang Perlindungan Konsumen dan bahkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Pakar hukum konsumen menegaskan bahwa tindakan Denny merupakan pelanggaran serius terhadap etika profesi dan norma moral.
Momentum ini dinilai tepat untuk mengevaluasi sistem pengawasan, mendorong sertifikasi profesi yang jelas, dan menciptakan mekanisme verifikasi identitas yang ketat bagi para penyedia jasa.
Kasus Denny atau "Dea Lombok" adalah pengingat keras bahwa dalam era digital, kepercayaan tidak boleh diberikan secara membabi buta. Kini, bola berada di pihak otoritas.
Respons tegas dan regulasi yang lebih kuat sangat dinantikan untuk memulihkan kepercayaan dan memastikan kejadian serupa tidak terulang di masa depan.
