TransJakarta Targetkan 400 Juta Pelanggan di 2025, Ubah Paradigma dari 'Penumpang' Jadi 'Pelanggan'

Selasa 04 Nov 2025, 21:14 WIB
Direktur Utama PT TransJakarta, Welfizon Yuza di Balai Kota DKI Jakarta, Selasa, 4 November 2025. (Sumber: POSKOTA | Foto: M Tegar Jihad)

Direktur Utama PT TransJakarta, Welfizon Yuza di Balai Kota DKI Jakarta, Selasa, 4 November 2025. (Sumber: POSKOTA | Foto: M Tegar Jihad)

JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - PT TransJakarta telah melayani sekitar 298 juta pelanggan dan menargetkan dapat melayani hingga 400 juta pelanggan pada 2025.

"Kalau tahun lalu kami melayani 372 juta pelanggan, tahun ini targetnya tembus di atas 400 juta. Sampai triwulan ketiga sudah 298 juta pelanggan. Kami optimistis capai target," ujar Direktur Utama PT TransJakarta, Welfizon Yuza di Balai Kota DKI Jakarta, Selasa, 4 November 2025.

Selain itu, Welfizon menyampaikan, transformasi budaya pelayanan dimulai dari cara perusahaan memandang pengguna jasa.

"Dulu yang naik TransJakarta itu disebut penumpang, namun jika dilihat dari Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), penumpang itu artinya ‘numpang’, ‘nebeng gratisan’," ujar Welfizon.

Atas dasar itu, Welfizon menyebut, pihaknya mengubah kata penumpang dengan kata pelanggan.

Baca Juga: Mobil Listrik Wuling Mitra EV Mulai Diuji TransJakarta, Dukung Transportasi Ramah Lingkungan

"Sejak kami berubah menjadi customer driven, sekarang kami mereka disebut pelanggan. Istilahnya mulai dari direksi sampai petugas di lapangan semua menyebut 'pelanggan', jadi enggak ada lagi istilah penumpang," ungkap Welfizon.

Menurut dia, perubahan penamaan itu mengubah seluruh orientasi internal TransJakarta. Dari rapat operasional harian yang semula berfokus pada jumlah bus yang beroperasi, kini menjadi berapa banyak pelanggan yang dilayani.

"Dengan paradigma baru itu, pertumbuhan layanan TransJakarta meningkat signifikan," kata Welfizon.

Saat ini, dikatakan Welfizon, jangkauan layanan telah mencapai 91,8 persen wilayah Jakarta, ekuivalen dengan akses 9 dari 10 warga dapat menjangkau halte TransJakarta.

"Jadi 9 dari 10 warga Jakarta jalan kaki 5-10 menit ke arah mana pun pasti ketemu halte atau bus stop," ujarnya.

Transformasi tersebut, kata Welfizon, bukan hanya perubahan istilah, tetapi perubahan paradigma besar di tubuh Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang kini menjadi tulang punggung transportasi Kota Jakarta.

"PT TransJakarta terus bertransformasi menuju layanan transportasi publik yang cerdas, inklusif dan berorientasi pada warga," kata dia.

Menurutnya, perubahan besar TransJakarta terjadi sejak 2015 ketika lembaga ini bertransformasi dari Unit Pelaksana Teknis menjadi Perseroan Terbatas (PT).

Sejak itu, Welfizon mengatakan, arah perusahaan tak lagi hanya berbasis pada operasional bus, melainkan pada pelayanan warga.

"Kalau dulu itu (perspektifnya) operasional driven, jadi layanan didorong dari sisi operasional. Tapi sejak tahun 2016, kami ubah polanya bukan didorong dari sisi operasional, tapi ditarik dari sisi customer (pelanggan)," ucap dia.

Sementara itu, anggota Komisi B DPRD Provinsi DKI Jakarta, Muhammad Taufik Zoelkifli (MTZ) mendukung peningkatan kualitas layanan transportasi publik di Ibu Kota.

Baca Juga: Layanan Transjakarta Rute JAK41 Belum Beroperasi setelah Dihadang Sopir Angkot

"Kami di DPRD tentu saja menyerap aspirasi masyarakat, juga dari Dinas Perhubungan dan TransJakarta, untuk terus memperbaiki sistem transportasi Jakarta," ujar Taufik.

Menurut Taufik, perbaikan layanan publik di sektor transportasi harus dilakukan secara menyeluruh, bukan hanya menjaga tarif tetap murah, tetapi juga memastikan transportasi publik memberi rasa aman, nyaman, dan manusiawi bagi warga.

Dia menilai, berbagai terobosan seperti perluasan jaringan TransJakarta, kehadiran MRT dan LRT, serta integrasi antarmoda telah membawa Jakarta pada level yang lebih tinggi dibanding sejumlah ibu kota di kawasan Asia Tenggara.

"Kalau kita bandingkan, lima tahun lalu transportasi di Kuala Lumpur masih lebih baik dari Jakarta. Tapi sekarang, survei menunjukkan Jakarta sudah melampaui Kuala Lumpur, Bangkok, bahkan Manila," katanya.

"Hanya memang kita masih di bawah Singapura, Tokyo, dan Hong Kong," katanya. (cr-4)


Berita Terkait


News Update