Kerugian Akibat Penipuan Online Capai Rp142 Triliun, Pakar: Serangan Siber Tembus 3,7 Miliar Kasus

Sabtu 01 Nov 2025, 19:54 WIB
Ilustrasi penipuan online. (Sumber: Wikimedia Commons)

Ilustrasi penipuan online. (Sumber: Wikimedia Commons)

KEBAYORAN BARU, POSKOTA.CO.ID - Ketua Umum Indonesia Cyber Security Forum (ICSF), Ardi Sutedja, mengingatkan masyarakat agar semakin waspada terhadap maraknya kasus penipuan daring yang terus meningkat dalam beberapa tahun terakhir.

Pesan itu disampaikan setelah Polda Metro Jaya merilis total kerugian akibat kejahatan siber di Indonesia sejak 2017 telah mencapai hampir Rp142 triliun.

“Angka itu sebenarnya bisa jadi lebih besar dari yang dirilis. Tapi data dari Polda sendiri sudah cukup memberikan indikasi bahwa modus kejahatan elektronik ini terus meningkat dan tidak menurun,” ujar Ardi saat dihubungi, Sabtu, 1 November 2025.

Menurut Ardi, laporan terbaru Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) turut memperkuat kekhawatiran tersebut. Dalam periode Januari hingga Juni 2025 saja, BSSN mencatat ada 3,7 miliar serangan siber yang terjadi di Indonesia. Bahkan, banyak ancaman siber yang tidak terdeteksi atau tidak memiliki nama masih menjadi tantangan besar.

Baca Juga: Polisi Ungkap Modus Pelaku Penipuan Online dengan Kerugian Mencapai Rp142 Triliun

“Artinya, ada sekitar 20 juta serangan setiap hari. Bayangkan, ini luar biasa,” ucap Ardi.

Ardi menilai lonjakan aktivitas kejahatan siber tersebut tak lepas dari semakin berkembangnya teknologi, termasuk kecerdasan buatan (AI), yang kini dimanfaatkan oleh pelaku untuk memperdaya masyarakat dengan cara yang semakin meyakinkan.

“AI ini membuat modus penipuan makin sulit dibedakan mana yang asli dan mana yang palsu,” tambahnya.

Dalam menghadapi gelombang kejahatan digital ini, Ardi mengimbau masyarakat agar selalu berhati-hati ketika menerima pesan, panggilan telepon, atau tautan dari pihak yang tidak dikenal.

Ia juga menekankan bahwa sebagian besar penipu menggunakan nomor prabayar dengan deretan angka panjang, serta seringkali memanfaatkan foto orang lain di aplikasi pesan seperti WhatsApp.

“Kalau yang menghubungi tidak ada di daftar kontak, jangan mudah percaya. Dulu orang tua kita selalu bilang jangan bicara dengan orang asing, prinsip itu masih berlaku, bahkan di dunia digital,” ujarnya.

Selain faktor teknologi, Ardi juga menyoroti aspek sosial yang membuat masyarakat rentan terhadap tipu daya digital, yakni kondisi ekonomi dan mentalitas ingin cepat mendapatkan keuntungan.

Karena itu, ia mengajak seluruh pengguna internet di Indonesia untuk lebih waspada dan aktif meningkatkan literasi digital. Baginya, upaya memerangi penipuan siber tidak cukup hanya dari aparat penegak hukum, tetapi juga membutuhkan partisipasi publik.

Baca Juga: Kerugian Akibat Penipuan Online Tembus Rp142 Triliun, Polda Metro Hadirkan Aplikasi Lapor Cepat

“Kita ini mudah tergoda janji-janji manis, padahal tidak ada sesuatu yang datang begitu saja tanpa kerja keras. Kalau ada yang menawarkan hal luar biasa, gunakan akal sehat, mungkin enggak hal itu benar?” kata Ardi.

Menurut Ardi, lonjakan kasus kejahatan siber yang masif menunjukkan bahwa Indonesia tengah menghadapi tantangan serius dalam keamanan digital.

Tanpa kewaspadaan dan kesadaran masyarakat, penipuan berbasis teknologi, terutama yang melibatkan kecerdasan buatan, berpotensi terus memakan korban dalam skala yang lebih luas.


Berita Terkait


News Update