POSKOTA.CO.ID - Proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung (KCJB) atau Whoosh kembali menjadi sorotan publik setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menyelidiki dugaan tindak pidana korupsi dalam proyek tersebut.
Nama Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan turut disebut-sebut dalam isu tersebut karena posisinya sebagai Ketua Komite Kereta Cepat Jakarta-Bandung.
Namun mantan Menkopolhukam, Mahfud MD menegaskan bahwa Luhut tidak terlibat sejak awal penggarapan proyek ambisius ini.
Dalam wawancara bersama Kompas TV, Mahfud menjelaskan bahwa proyek KCJB dimulai sejak tahun 2015–2016.
Baca Juga: Kapolri Pimpin Sertijab 10 Pati dan Pamen, Dorong Regenerasi dan Penguatan Kinerja Polri
Sementara itu, Luhut baru diberi mandat menangani proyek tersebut pada tahun 2020, jauh setelah kontrak dan perencanaan disahkan.
"Saya ragu kalau Pak Luhut terlibat di sini (proyek Whoosh). Tahun 2020 Pak Luhut baru diberi tugas menangani ini," ujar Mahfud.
Mahfud menuturkan, pada tahun-tahun awal proyek KCJB, Luhut bahkan belum memegang posisi yang terkait langsung dengan proyek tersebut.
Saat itu ia baru menjabat sebagai Menko Kemaritiman dan Investasi pada 2019, posisi yang kemudian membuatnya bersentuhan dengan proyek kereta cepat.
Baca Juga: Cek Jadwal dan Tahap Penyaluran Tunjangan Profesi Guru Triwulan IV 2025 Terbaru
"Jadi tahun sebelumnya Pak Luhut ndak ikut di sini karena bukan bidangnya," lanjut Mahfud.
"Pada 2020, Pak Luhut disuruh menyelesaikan kasus ini dan katanya barangnya sudah busuk. Bukan saya membela Pak Luhut, tapi saya kira dia tidak ikut dari awal," jelasnya.
Mahfud juga menambahkan, Luhut selama ini dikenal sebagai pejabat yang disiplin dan loyal terhadap perintah pimpinan negara.
Menurutnya Luhut adalah sosok dengan latar belakang militer yang kuat, yang selalu menjunjung tinggi tanggung jawab terhadap tugas yang diberikan.
Baca Juga: Wamenkumham Ingatkan Regulasi Tembakau Harus Libatkan Semua Pihak
"Saya tahu karakternya Pak Luhut, kalau diberi tugas oleh presiden itu seperti di militer. Kalau atasan memberi perintah, ya harus diselesaikan tanpa banyak membantah," ungkap Mahfud.
Menurut Mahfud dalam tradisi militer, setiap tanggung jawab berada di tangan pemberi perintah.
Oleh sebab itu, jika ada persoalan dalam proyek yang kemudian ditugaskan kepada Luhut, maka tanggung jawab utamanya tetap berada di pihak yang lebih tinggi dalam struktur pemerintahan.
"Kalau di militer, kalau ada apa-apa, yang bertanggung jawab adalah atasan yang memberi tugas," tegasnya.
Pernyataan Mahfud MD ini menjadi klarifikasi penting di tengah meningkatnya perhatian publik terhadap penanganan proyek KCJB yang disebut-sebut mengalami pembengkakan biaya.
Sementara itu, KPK masih terus mendalami berbagai data dan dokumen terkait dugaan penyimpangan dalam proyek tersebut.
Kasus KCJB menjadi salah satu proyek strategis nasional yang paling diawasi karena melibatkan investasi besar dan kerja sama dengan pihak asing.
Hingga kini, belum ada nama resmi yang ditetapkan sebagai tersangka, namun proses penyelidikan masih berjalan di tingkat lembaga antikorupsi.