POSKOTA.CO.ID - Timnas Indonesia kembali menelan kenyataan pahit setelah langkah mereka terhenti di ronde keempat Kualifikasi Piala Dunia 2026 Zona Asia. Harapan besar yang sempat tumbuh di hati publik akhirnya pupus setelah skuad Garuda takluk 0–1 dari Irak dalam laga penentuan Grup B.
Pertandingan yang digelar di King Abdullah Sports City, Jeddah, pada Sabtu (11 Oktober 2025) atau Minggu dini hari waktu Indonesia, menjadi penutup perjalanan Indonesia di babak kualifikasi.
Baca Juga: Kekayaan Ustaz Yusuf Mansur Berapa? Heboh Diduga Pasang Tarif Jasa Doa Puluhan Juta
Gol Tunggal yang Menghentikan Mimpi
Gol semata wayang Zidane Iqbal pada menit ke-76 menjadi pembeda sekaligus menghentikan asa Indonesia melangkah lebih jauh. Kekalahan tersebut memastikan Garuda menempati posisi juru kunci Grup B tanpa satu pun poin.
Sebelumnya, tim asuhan Patrick Kluivert juga menelan kekalahan tipis 2–3 dari Arab Saudi pada Rabu (8 Oktober 2025). Dua hasil buruk berturut-turut ini menandai berakhirnya perjalanan panjang yang diwarnai optimisme tinggi sejak awal.
Sorotan Media Asing: “Mengapa Indonesia Gagal?”
Kegagalan Timnas Indonesia tidak luput dari sorotan media internasional. Salah satu yang paling menonjol datang dari media China, Sohu, yang menuliskan kritik tajam dengan nada heran terhadap hasil akhir yang diperoleh skuad Garuda.
“Agar lolos ke Piala Dunia, Indonesia melakukan naturalisasi besar-besaran,” tulis Sohu.
Media tersebut menyebut Indonesia telah menempuh proses panjang dan serius dalam membangun kekuatan tim nasional, namun hasilnya justru tak sepadan. Dalam pandangan Sohu, apa yang dilakukan Indonesia seolah tidak berbuah hasil nyata di lapangan.
“Namun, serangkaian operasi ini tidak memungkinkan mereka mewujudkan impian Piala Dunia mereka,” lanjut Sohu.
Naturalisasi dan Pergantian Pelatih: Strategi atau Risiko?
Salah satu poin utama yang menjadi sorotan Sohu adalah langkah berani PSSI mengganti pelatih di tengah kualifikasi.
Pergantian dari Shin Tae-yong ke Patrick Kluivert, pelatih asal Belanda, dianggap sebagai keputusan yang sarat risiko. Kluivert diharapkan mampu menyatukan para pemain naturalisasi agar tampil maksimal di ajang penting tersebut.
“Pada November tahun lalu, Persatuan Sepak Bola Indonesia (PSSI) memecat pelatih kepala Korea, Shin Tae-yong, dan menunjuk Kluivert untuk melatih dan menyatukan para pemain naturalisasi,” tulis Sohu.
Namun kenyataannya, strategi itu tidak memberikan hasil signifikan. Tim tetap kesulitan menjaga ritme permainan dan gagal menembus pertahanan lawan di laga-laga penting. Bagi banyak pengamat, keputusan pergantian pelatih di tengah jalan adalah salah satu faktor yang mengganggu stabilitas skuad.
Baca Juga: Main Aplikasi Jadiduit untuk Dapatkan Saldo DANA Gratis Rp200 Ribu, Gini Caranya
Kritik dan Refleksi: Antara Ambisi dan Realitas
Kritik dari media asing itu sejatinya menggambarkan pandangan banyak pihak: Indonesia memang berkembang pesat, namun belum mencapai tingkat konsistensi dan kedewasaan taktik yang dibutuhkan di level Asia.
Kegagalan di kualifikasi kali ini bukan semata soal hasil, tetapi juga cermin dari tantangan sistemik dalam pengelolaan sepak bola nasional.
Meski demikian, banyak pihak menilai bahwa perjalanan kali ini memberikan pelajaran penting — bahwa ambisi besar harus diimbangi perencanaan jangka panjang, kesinambungan pelatih, dan stabilitas pemain.
Kegagalan menuju Piala Dunia 2026 menjadi refleksi penting bagi PSSI dan seluruh ekosistem sepak bola Indonesia. Proyek naturalisasi, pembenahan kompetisi domestik, dan kontinuitas kepemimpinan pelatih harus berjalan beriringan.
Hanya dengan konsistensi dan evaluasi menyeluruh, mimpi berlaga di Piala Dunia bisa benar-benar diwujudkan, bukan sekadar slogan di atas kertas.
"Seperti banyak negara lain di Asia, Indonesia kini berada di persimpangan: antara membangun dari dasar atau terus mengandalkan jalan pintas yang belum tentu berujung keberhasilan.