Namun kenyataannya, strategi itu tidak memberikan hasil signifikan. Tim tetap kesulitan menjaga ritme permainan dan gagal menembus pertahanan lawan di laga-laga penting. Bagi banyak pengamat, keputusan pergantian pelatih di tengah jalan adalah salah satu faktor yang mengganggu stabilitas skuad.
Baca Juga: Main Aplikasi Jadiduit untuk Dapatkan Saldo DANA Gratis Rp200 Ribu, Gini Caranya
Kritik dan Refleksi: Antara Ambisi dan Realitas
Kritik dari media asing itu sejatinya menggambarkan pandangan banyak pihak: Indonesia memang berkembang pesat, namun belum mencapai tingkat konsistensi dan kedewasaan taktik yang dibutuhkan di level Asia.
Kegagalan di kualifikasi kali ini bukan semata soal hasil, tetapi juga cermin dari tantangan sistemik dalam pengelolaan sepak bola nasional.
Meski demikian, banyak pihak menilai bahwa perjalanan kali ini memberikan pelajaran penting — bahwa ambisi besar harus diimbangi perencanaan jangka panjang, kesinambungan pelatih, dan stabilitas pemain.
Kegagalan menuju Piala Dunia 2026 menjadi refleksi penting bagi PSSI dan seluruh ekosistem sepak bola Indonesia. Proyek naturalisasi, pembenahan kompetisi domestik, dan kontinuitas kepemimpinan pelatih harus berjalan beriringan.
Hanya dengan konsistensi dan evaluasi menyeluruh, mimpi berlaga di Piala Dunia bisa benar-benar diwujudkan, bukan sekadar slogan di atas kertas.
"Seperti banyak negara lain di Asia, Indonesia kini berada di persimpangan: antara membangun dari dasar atau terus mengandalkan jalan pintas yang belum tentu berujung keberhasilan.