POSKOTA.CO.ID - Kabar mengejutkan datang dari dunia keamanan siber Indonesia ketika sosok misterius di balik nama samaran Bjorka akhirnya berhasil ditangkap aparat kepolisian.
Sejak tahun 2020, nama ini identik dengan berbagai kebocoran data sensitif yang menghebohkan publik. Penangkapan tersebut menutup teka-teki panjang yang selama ini membayangi dunia maya Indonesia, sekaligus menjadi titik balik penting dalam upaya negara memperkuat keamanan siber.
Siapa Bjorka Sebenarnya?
Selama bertahun-tahun, Bjorka dipandang sebagai figur misterius di jagat maya. Aktivitasnya di forum-forum gelap seperti dark web menimbulkan kepanikan, terutama setelah serangkaian peretasan menimpa sejumlah lembaga publik dan swasta di Indonesia.
Baca Juga: Khawatir Kerusakan Ekosistem, Menteri LH Dorong Sungai Ciliwung-Cipinang Dijaga
Namun pada awal Oktober 2025, identitas aslinya terkuak. Tersangka berinisial WFT, seorang pemuda berusia 22 tahun asal Minahasa, Sulawesi Utara.
Fakta yang mencengangkan, WFT ternyata tidak memiliki latar belakang di bidang teknologi informasi. Hal ini sekaligus mematahkan asumsi banyak pihak bahwa sosok Bjorka adalah hacker profesional dengan pendidikan khusus.
Kronologi Penangkapan
Direktorat Reserse Siber Polda Metro Jaya menetapkan WFT sebagai tersangka pada Kamis, 2 Oktober 2025. Proses investigasi dimulai dari laporan salah satu bank swasta pada Februari 2025.
Laporan tersebut menyinggung adanya akses ilegal terhadap data nasabah dan unggahan ancaman di media sosial X dengan akun @bjorkanesiaa.
Pihak kepolisian menelusuri jejak digital tersangka, hingga akhirnya mengungkap identitas asli di balik berbagai nama samaran yang digunakan, seperti Skywave, Shint Hunter, dan Opposite6890. Pergantian nama akun ini merupakan upaya sistematis pelaku untuk menghindari deteksi aparat.
Modus Operandi: Dark Web dan Kripto
Menurut keterangan Wakil Direktur Siber Polda Metro Jaya, AKBP Fian Yunus, WFT aktif mengeksplorasi dark web sejak tahun 2020. Dari sinilah aktivitas peretasan dilakukan, termasuk pencurian, jual-beli, hingga distribusi data ilegal.
Barang bukti yang berhasil disita memperkuat dugaan tersebut. Polisi menemukan dua unit ponsel, satu tablet, dua kartu SIM, dan sebuah flash disk yang menyimpan 28 alamat email.