Kopi Pagi: Reformasi (Moral) Politik

Kamis 02 Okt 2025, 07:04 WIB
Kopi Pagi: Reformasi (Moral) Politik. (Sumber: Poskota)

Kopi Pagi: Reformasi (Moral) Politik. (Sumber: Poskota)

“.. menuntut pemahaman bagi para elite dan pejabat publik bahwa selain legitimasi hukum dan legitimasi demokratis, masih perlu mengedepankan legitimasi moral.." kata Harmoko.

Tuntutan reformasi politik belakangan tak hanya kian masif dan kualitatif melalui gerakan yang digulirkan berbagai kalangan. Lepas ada atau tidaknya penyimpangan dalam penyelenggaraan negara sebagai satu syarat terjadinya reformasi, namun tuntutan tersebut sebagai cermin kehendak rakyat adanya perbaikan sistem politik.

Dari tuntutan yang digulirkan, setidaknya ada tiga aspek yang perlu disikapi secara bijak oleh para elite, baik di eksekutif maupun legislatif.

Pertama, perbaikan sistem politik perlu melibatkan restrukturisasi kerangka kelembagaan politik guna meningkatkan efektivitas dan legitimasi pemerintah guna mendorong kian terwujudnya pemerintahan yang demokratis dan berkelanjutan.

Baca Juga: Kopi Pagi: Jangan Tunggu Hari Esok

Kedua, membuka ruang partisipasi politik yang lebih luas, kebebasan berpendapat, pemilihan umum yang bebas dan adil dengan memperkuat partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan politik.

Ini guna mencegah hadirnya dominasi kekuasaan baik eksekutif maupun legislatif atau gabungan keduanya, dalam pengambilan keputusan yang lebih menguntungkan sekelompok kaum elite.

Ketiga, meningkatkan keterbukaan terhadap publik dan memastikan para elite bertanggung jawab atas tindakan, baik ucapan maupun perbuatan. Tak kalah pentingnya dengan memperkuat perlindungan terhadap hak asasi manusia, serta menegakkan hukum yang adil tanpa pandang bulu. Tajam ke semua arah, bukan hanya tajam ke bawah, tumpul ke atas.

Kembali ke soal reformasi politik, tak hanya menyangkut penataan – perbaikan kelembagaan politik, revisi paket undang – undang politik sesuai tuntutan zaman dan keadaan. Tak kalah pentingnya adalah bagaimana menjalankannya.

Siapa yang menjalankan? Jawabnya para elite sebagai pemegang kewenangan kekuasaan baik di eksekutif maupun legislatif.

Sebut saja kelembagaan politik hasil reformasi lebih baik, undang – undangnya juga sangat baik merespons kehendak publik, tetapi jika tidak dijalankan secara baik dan benar, maka hasilnya pun tidak menjadi baik, boleh jadi lebih buruk.

Baca Juga: Kopi Pagi: Regenerasi Petani Bukanlah Mimpi

Jika demikian halnya, makna reformasi politik baru sebatas perubahan dan perbaikan sistem politik meliputi penataan kelembagaan politik, partai politik serta revisi undang  – undang politik guna merespons tuntutan publik.

Sementara cita – cita reformasi politik untuk mewujudkan demokrasi yang berkedaulatan rakyat, akuntabilitas, transparansi dan keadilan dalam politik dan pemerintahan, masih patut diuji lagi.

Rakyat wajib mengawal para elite menjalankan reformasi sebagaimana rambu – rambu yang telah disepakati bersama, penuh etik dan moral.

Nilai etik dan moral menjadi penting, sebab, cita – cita reformasi dapat tercapai jika dilakukan berdasarkan landasan etik dan moral yang kuat. Jika tidak, boleh jadi reformasi menjadi kebablasan, salah arah dan terjadi penyimpangan seperti sering dikeluhkan selama ini.

Kita tentu tak ingin, reformasi yang baik sebagaimana tuntutan rakyat, hasilnya menjadi tidak baik akibat sebagian elite tidak mengedepankan etik dan moral dalam menjalankan reformasi.

Dapat ditafsirkan reformasi politik adalah tuntutan, sedangkan reformasi moral merupakan kebutuhan. Kedua reformasi tadi hendaknya dapat berjalan selaras. Reformasi moral para elite sebagai pemegang mandat reformasi hendaknya diselaraskan dengan reformasi politik sebagaimana dikehendaki publik.

Bicara etika dan moralitas politik tak lepas dari kesadaran hati nurani untuk saling menghormati sesama manusia. Bagi para elite tentunya tampil di depan membela kaum tertindas, bukan malah menindas. Bersikap altruistik – selalu hadir sikap peduli kepada kepentingan umum, bukan rakyat pendukungnya.

Moralitas politik menjadi aspek penting dalam mengawal cita – cita reformasi politik demi mewujudkan pemerintahan yang demokratis dan berkelanjutan. Memperkuat partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan politik serta menjamin hak-hak politik rakyat.

Baca Juga: Kopi Pagi: Damai Itu Bersahabat

Di sisi lain, moralitas politik untuk memastikan bahwa kekuasaan digunakan secara bertanggung jawab dan untuk kepentingan seluruh masyarakat, bukan keuntungan pribadi dan kelompok tertentu.

Kekuasaan bukan diselewengkan untuk kesejahteraan pribadi, keluarganya serta koleganya, tetapi digunakan untuk kemakmuran rakyat dan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia sebagaimana diamanatkan dasar negara kita, Pancasila dan konstitusi negara, UUD 1945.

Ini menuntut pemahaman bagi para elite dan pejabat publik bahwa selain legitimasi hukum dan legitimasi demokratis, masih perlu mengedepankan legitimasi moral, seperti dikatakan Pak Harmoko dalam kolom “Kopi Pagi” di media ini.

Bagaimana jadinya jika sebagian elite hanya menampilkan etika dan moralitas sekadarnya. Kekecewaan publik belakangan ini yang berujung dengan kemarahan rakyat, menjadi pelajaran berharga agar kita selalu merenung diri, menengok ke dalam, sudahkah tindakannya selaras dengan etika dan moralitas budaya bangsa kita, Pancasila.

Dalam rangkaian peringatan Hari Kesaktian Pancasila, marilah kita kedepankan moralitas dalam membangun kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Jadikan nilai – nilai luhur Pancasila sebagai landasan gerakan moral mengawal cita – cita reformasi politik ke depan demi mewujudkan tata kelola negara yang lebih baik lagi. (Azisoko)


Berita Terkait


undefined
Kopi Pagi

Kopi Pagi: Arah Demokrasi Kita

Senin 15 Sep 2025, 06:29 WIB
undefined
Kopi Pagi

Kopi Pagi: Menyatu dengan Alam

Kamis 18 Sep 2025, 09:25 WIB
undefined
Kopi Pagi

Kopi Pagi: Damai Itu Bersahabat

Senin 22 Sep 2025, 06:35 WIB
undefined
Kopi Pagi

Kopi Pagi: Jangan Tunggu Hari Esok

Senin 29 Sep 2025, 06:00 WIB

News Update