Lokbin Kota Intan sendiri awalnya dibangun dengan 456 kios. Namun, karena keluhan ukuran terlalu kecil, pemerintah melakukan penyesuaian dengan menggabungkan dua kios menjadi satu, sehingga kini daya tampung mencapai sekitar 230 kios.
"Nah kiosnya pada saat dibangun dulu ada 456 dari keluhan pedagang bahwa kios itu kekecilan. maka kita lakukan perluasan yang dua kios menjadi satu, nah ini daya tampungnya menjadi 230-an sebenarnya mampu menampung para pedagang yang ada di kawasan kota tua," ujar dia.
Lebih lanjut, Iqbal menepis anggapan bahwa Lokbin Kota Intan tidak layak. Menurutnya, fasilitas yang tersedia sudah cukup lengkap untuk berdagang, mulai dari meja, toilet, hingga musala.
Baca Juga: Pedagang Lokbin Intan Kota Tua Bertahan di Tengah Sepinya Pengunjung
“Kalau mereka tetap pilih di pinggir jalan, secara fasilitas, kenyamanan, dan keamanan tidak mendukung. Di Lokbin justru lebih baik. Jadi bukan masalah fasilitas, tapi kemauan pedagang,” ungkapnya.
Meski sempat ada wacana revitalisasi besar-besaran, Pemprov DKI masih menimbang efektivitasnya. Pemerintah khawatir anggaran besar akan terbuang jika pedagang tetap enggan memanfaatkan lokbin.
“Kalau kita revitalisasi besar tapi pedagang tetap tidak mau masuk, itu justru tidak efektif. Tapi kalau mereka benar-benar mau memanfaatkan, tentu kita akan maksimalkan dan tata ulang Lokbin Kota Intan,” katanya.
Iqbal berharap para pedagang bisa mendukung penataan Kota Tua sebagai destinasi wisata kelas dunia dengan memanfaatkan Lokbin Kota Intan secara maksimal.
“Sejak awal 2018 hingga sekarang, Pemprov DKI konsisten menjadikan Lokbin Kota Intan solusi relokasi. Harapan kami, pedagang tidak lagi berdagang di zona merah, tapi masuk ke Lokbin. Ini demi kerapihan, keselamatan, dan mendukung wajah Jakarta sebagai kota global,” ucap dia. (cr-4)