POSKOTA.CO.ID - Dalam beberapa tahun terakhir, dunia investasi digital di Indonesia semakin berkembang pesat. Munculnya berbagai aplikasi yang menawarkan keuntungan besar menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat.
Namun, di balik peluang tersebut, tidak sedikit pula yang justru terjerumus dalam praktik investasi bodong berkedok aplikasi.
Salah satu aplikasi yang saat ini menjadi sorotan adalah 68EA atau GS Investment. Aplikasi ini sudah beroperasi lebih dari setahun di Indonesia dan sejak awal dituding menggunakan pola skema ponzi.
Meski di sejumlah wilayah aplikasi ini sudah tidak bisa diakses, ternyata di beberapa daerah lain, seperti Sulawesi, aplikasi ini masih aktif bahkan gencar melakukan promosi pada September 2025.
Baca Juga: 13 Tahun Tak Diperbaiki, Sekolah di Cariu Bogor Rusak Parah
Status Aplikasi 68EA: Scam atau Masih Aktif?
Fenomena kontradiktif terjadi. Pada awal Agustus 2025, beberapa komunitas pengguna di Jawa dan Sumatra menyatakan aplikasi ini sudah tidak bisa diakses dan terindikasi scam. Namun, laporan berbeda datang dari wilayah Sulawesi. Di sana, aplikasi 68EA justru masih beroperasi dan bahkan gencar mengiklankan diri untuk menarik anggota baru.
Hal ini menimbulkan pertanyaan besar:
- Apakah aplikasi ini benar-benar scam?
- Mengapa di beberapa wilayah masih berjalan normal?
- Bagaimana mekanisme yang membuat sebagian orang tetap percaya?
Jawabannya mengarah pada satu kata kunci: skema ponzi.
Mengenal Skema Ponzi dalam Dunia Investasi Digital
Apa Itu Skema Ponzi?
Skema ponzi adalah modus penipuan investasi di mana keuntungan anggota lama dibayarkan menggunakan dana dari anggota baru. Sistem ini bukan berbasis pada kegiatan usaha riil, melainkan murni pada aliran uang yang masuk dari pendaftaran berikutnya.
Ciri-Ciri Aplikasi Ponzi
Beberapa tanda yang menegaskan indikasi aplikasi ponzi pada 68EA antara lain:
- Janji keuntungan tinggi tidak masuk akal – jauh melampaui imbal hasil wajar dalam instrumen investasi resmi.
- Bonus rekrutmen – anggota lama diberi komisi besar jika berhasil merekrut anggota baru.
- Tidak ada produk nyata – fokus hanya pada setoran dana, bukan pada aktivitas ekonomi riil.
- Legalitas kabur – tidak terdaftar atau diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Mengapa Aplikasi Seperti 68EA Masih Bertahan?
Ada beberapa faktor yang membuat aplikasi ini masih bisa bertahan di daerah tertentu:
- Kurangnya literasi finansial – banyak masyarakat belum memahami risiko investasi digital.
- Daya tarik keuntungan cepat – janji profit tinggi dalam waktu singkat membuat orang tergoda.
- Pengaruh komunitas – anggota lama sering kali gencar membujuk orang terdekat untuk ikut bergabung.
- Keterbatasan informasi antarwilayah – informasi scam lebih cepat menyebar di kota besar dibanding daerah terpencil.
Risiko yang Mengintai Pengguna
1. Kehilangan Dana
Ketika aliran anggota baru mulai berkurang, sistem ponzi akan kolaps. Dana investor hilang tanpa ada jaminan pengembalian.
2. Keretakan Sosial
Banyak kasus di mana anggota keluarga atau teman terpecah gara-gara saling merekrut. Ketika aplikasi berhenti, hubungan personal ikut rusak.
3. Jerat Hukum
Meski awalnya dianggap hanya korban, anggota yang aktif merekrut bisa saja dianggap turut serta dalam praktik penipuan.
4. Efek Psikologis
Rasa penyesalan, kehilangan kepercayaan diri, bahkan trauma finansial bisa dialami korban.
Bagi sebagian orang, aplikasi seperti 68EA dianggap jalan pintas menuju kesejahteraan. Cerita-cerita sukses anggota lama yang memperoleh keuntungan besar membuat banyak orang percaya.
Namun, di balik itu, ada ribuan kisah kehilangan: dana tabungan habis, usaha gulung tikar, hingga konflik keluarga karena saling menyalahkan.
Di Sulawesi, misalnya, ada cerita seorang pedagang kecil yang menjual sebagian hartanya demi menyetor modal ke aplikasi ini. Pada awalnya ia memang mendapat keuntungan besar, namun kini ia hidup dalam ketakutan khawatir sewaktu-waktu aplikasinya menghilang seperti yang sudah terjadi di Jawa.
Baca Juga: Cara ke Kebun Raya Bogor Naik KRL, Bisa Jalan Kaki dari Stasiun
Upaya Pencegahan dan Edukasi Masyarakat
Untuk memutus rantai korban, beberapa langkah penting perlu dilakukan:
- Edukasi Literasi Keuangan
Pemerintah dan lembaga pendidikan harus gencar memberikan sosialisasi mengenai risiko investasi bodong. - Transparansi Informasi
Media dan komunitas digital dapat berperan sebagai sumber informasi terpercaya agar kabar scam cepat menyebar. - Peran OJK dan Satgas Waspada Investasi
Otoritas harus aktif memberikan daftar aplikasi ilegal serta menindak tegas pelaku di baliknya. - Kesadaran Individu
Masyarakat harus membekali diri dengan sikap kritis. Prinsip sederhana yang perlu diingat: jika keuntungan terdengar terlalu bagus untuk jadi kenyataan, hampir pasti itu penipuan.
Fenomena aplikasi 68EA atau GS Investment menjadi cermin penting bagi masyarakat Indonesia. Janji keuntungan besar bukanlah jaminan keamanan. Skema ponzi bisa memberikan hasil manis di awal, tetapi pada akhirnya akan merugikan banyak orang.
Masyarakat di Sulawesi maupun daerah lain perlu lebih waspada. Jangan sampai semangat mencari penghasilan tambahan justru berakhir dengan kehilangan segalanya. Literasi digital dan finansial adalah senjata utama agar kita tidak menjadi korban investasi bodong.