POSKOTA.CO.ID - Nama Riza Chalid kembali menghiasi tajuk utama media nasional pada Juli 2025. Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkannya sebagai tersangka bersama delapan orang lain dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang Pertamina Subholding serta Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) periode 2018–2023.
Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar, menegaskan bahwa hingga kini Riza Chalid belum ditahan karena diduga berada di luar negeri. Beberapa kali pemanggilan resmi dari Kejaksaan pun tidak dipenuhi.
Kondisi ini menimbulkan pertanyaan publik apakah proses hukum terhadap sosok yang dikenal sebagai “The Gasoline Godfather” dapat berjalan efektif jika ia terus berada di luar jangkauan aparat?
Baca Juga: Dildo Disebut-sebut Terkait Penjarahan Rumah Ahmad Sahroni, Benarkah Milik Anggota DPR Itu?
Siapa Riza Chalid?
Bagi masyarakat awam, nama Riza Chalid mungkin baru muncul di permukaan saat kasus ini mencuat. Namun, di kalangan industri energi, namanya telah lama dikenal sebagai salah satu pemain besar yang berpengaruh di balik layar.
Julukan “The Gasoline Godfather” disematkan kepadanya bukan tanpa alasan. Riza Chalid selama bertahun-tahun membangun reputasi sebagai saudagar minyak yang punya jaringan bisnis luas, baik di dalam maupun luar negeri. Ia dikenal lihai mengelola perusahaan energi, perdagangan minyak, hingga perkebunan sawit dan minuman dalam kemasan.
Salah satu perusahaan yang pernah menaikkan namanya adalah Global Energy Resources, yang disebut-sebut sebagai pemasok utama minyak untuk Pertamina Energy Trading Ltd (Petral) di Singapura, anak perusahaan Pertamina yang kini sudah dibubarkan.
Kerajaan Bisnis Riza Chalid
Meski kasus hukum kini menjeratnya, tak bisa dipungkiri bahwa jejak bisnis Riza Chalid cukup impresif. Ia mendirikan dan memiliki sejumlah perusahaan berbasis di Singapura, seperti:
- Supreme Energy
- Paramount Petroleum
- Straits Oil
- Cosmic Petroleum
Selain itu, ia juga menanamkan investasi di berbagai sektor, mulai dari perkebunan sawit hingga mode ritel. Diversifikasi bisnis ini menjadikannya salah satu pengusaha yang cukup disegani di Asia Tenggara.
Tidak mengherankan bila pada tahun 2015, majalah Globe Asia menempatkannya di posisi ke-88 dalam daftar orang terkaya Indonesia, dengan estimasi kekayaan mencapai USD 415 juta atau setara Rp6,8 triliun pada saat itu.
Kasus Riza Chalid menghadirkan ironi yang menarik. Di satu sisi, ia adalah sosok inspiratif bagi sebagian orang karena berhasil membangun kerajaan bisnis dari nol hingga mendunia.
Namun di sisi lain, dugaan keterlibatannya dalam korupsi tata kelola minyak Pertamina mencoreng reputasinya sekaligus menimbulkan pertanyaan serius: apakah kekayaan besar selalu beriringan dengan praktik bisnis yang bersih?
Publik bisa melihat kisah ini sebagai pengingat bahwa ambisi bisnis tanpa transparansi dapat menimbulkan risiko besar. Kekuasaan ekonomi, jika tidak diimbangi dengan integritas, bisa berubah menjadi beban hukum dan stigma sosial yang sulit dihapus.
Dampak Kasus terhadap Industri Energi
Kasus yang menjerat Riza Chalid tidak hanya berdampak pada dirinya pribadi, tetapi juga menimbulkan kekhawatiran terhadap transparansi tata kelola energi nasional. Industri minyak dan gas di Indonesia selama ini memang kerap dikritik karena dianggap sarat kepentingan politik dan bisnis.
Dengan terseretnya figur besar seperti Riza Chalid, masyarakat berharap penegakan hukum dapat menjadi momentum untuk memperbaiki tata kelola energi yang lebih adil, transparan, dan berpihak pada kepentingan rakyat.
Riza Chalid dan Petral: Jejak Panjang Kontroversi
Nama Riza Chalid juga tak bisa dilepaskan dari kontroversi seputar Petral (Pertamina Energy Trading Ltd). Selama bertahun-tahun, Petral dituding menjadi “lahan basah” praktik bisnis tidak sehat dalam pengadaan minyak mentah.
Meski Petral telah dibubarkan sejak 2015, hubungan Riza Chalid dengan perusahaan ini kerap menjadi bahan perbincangan publik.
Beberapa laporan menyebutkan bahwa perusahaan miliknya menjadi pemasok utama minyak ke Petral. Fakta ini memperkuat persepsi bahwa ia memiliki pengaruh besar dalam rantai distribusi energi Indonesia.
Baca Juga: Direktur Lokataru Delpedro Marhaen Diamankan Polisi
Mengapa Riza Chalid Sulit Tersentuh Hukum?
Pertanyaan lain yang muncul adalah mengapa Riza Chalid seolah sulit dijangkau hukum. Pemanggilan berulang dari Kejagung tak pernah ia penuhi, sementara keberadaannya diduga berada di luar negeri.
Fenomena ini memperlihatkan bahwa ketika seorang pengusaha sudah memiliki kekuatan finansial dan jaringan global, proses hukum tidak lagi sesederhana memanggil dan menahan. Dalam konteks ini, publik berharap aparat penegak hukum Indonesia mampu menunjukkan konsistensi dan keberanian dalam menuntaskan kasus.
Kasus Riza Chalid mengajarkan satu hal penting: kekayaan tidak selalu identik dengan kebebasan penuh. Justru semakin tinggi posisi seseorang di puncak piramida ekonomi, semakin besar sorotan publik terhadap langkah yang diambil.
Bagi masyarakat, nama Riza Chalid mungkin melambangkan kontradiksi: seorang pengusaha sukses yang sekaligus simbol problematika tata kelola energi Indonesia.
Kisah Riza Chalid bukan sekadar tentang seorang pengusaha kaya yang tersandung kasus hukum. Lebih jauh, ini adalah refleksi tentang bagaimana kekuasaan ekonomi dan politik saling berkelindan di Indonesia, terutama dalam sektor strategis seperti energi.
Publik bisa menilai bahwa keberhasilan membangun bisnis raksasa bukanlah jaminan kebahagiaan atau kehormatan. Pada akhirnya, integritas dan tanggung jawab moral adalah fondasi yang menentukan apakah sebuah warisan akan dikenang sebagai inspirasi atau kontroversi.