Ada tiga tuntutan utama dalam isu perpajakan, di antaranya:
- Kenaikan PTKP (Pendapatan Tidak Kena Pajak) dari Rp4,5 juta menjadi Rp7,5 juta per bulan.
- Penghapusan pajak atas THR yang mayoritas digunakan untuk kebutuhan pokok dan biaya mudik.
- Penghapusan pajak pesangon, karena dianggap memberatkan pekerja yang kehilangan pekerjaan.
“Jika pajak THR dan Pesangon dihapus uang tidak hilang dari perputaran ekonomi, justru akan kembali ke pasar dan akhirnya menghasilkan PPN untuk negara. Negara tidak kehilangan penerimaan, hanya cara pungutnya jadi lebih adil,” kata Iqbal.
Baca Juga: Warga Puncak Bogor Demo Tolak Penyegelan Tempat Usaha
Sahkan UU Ketenagakerjaan Baru
Sejak MK mengabulkan gugatan buruh pada 2024, pemerintah diberi waktu dua tahun untuk menyusun UU Ketenagakerjaan baru yang lepas dari jeratan Omnibus Law.
Namun hingga kini, pembahasan di DPR dinilai belum serius. Buruh menuntut agar RUU Ketenagakerjaan segera disahkan dengan mengakomodasi poin penting seperti:
- Upah layak dan pesangon adil.
- Penghapusan sistem outsourcing yang merugikan.
- Pembatasan kontrak kerja agar pekerja tidak terus berada dalam ketidakpastian.
- Perlindungan bagi pekerja digital platform, medis, transportasi, hingga pekerja media dan pendidik.
“Karena itu, aksi 28 Agustus Partai Buruh dan koalisi serikat pekerja mendesak agar DPR dan pemerintah segera mengesahkan RUU Ketenagakerjaan baru. Buruh tak mau lagi janji cuma wacana, sementara praktik eksploitatif terus berlangsung,” tutur Iqbal.
Baca Juga: Kantor Bupati Pandeglang Kembali Didatangi Pendemo, Tolak Sampah dari Kota Tangsel
Selain empat tuntutan di atas, beberapa isu yang akan turut disuarakan dalam aksi 28 Agustus 2025 besok, di antaranya:
- Pembentukan Satgas PHK.
- Pengesahan RUU Perampasan Aset untuk pemberantasan korupsi.
- Revisi RUU Pemilu 2029 agar lebih adil dan transparan.