Angka ini sangat kecil untuk sebuah film animasi nasional yang diluncurkan bertepatan dengan momentum Hari Kemerdekaan.
Optimisme di Tengah Badai
Namun, di balik semua tanggapan negatif tersebut, sang sutradara dan eksekutif produser Merah Putih One For All, Endiarto, menunjukkan sikap yang justru bertolak belakang dengan kondisi aktual.
Alih-alih menyerah, ia menyatakan optimisme dan komitmennya yang tak tergoyahkan terhadap waralaba film ini.
Dalam acara podcast bersama dr. Richard Lee di kanal YouTube, ia menegaskan bahwa Merah Putih One For All tidak akan berhenti pada satu judul saja.
Pernyataannya ini mengindikasikan bahwa rencana untuk melanjutkan film ini telah matang, terlepas dari respons pasar yang sangat dingin.
Baca Juga: Chikita Meidy Tampilkan Bukti Perselingkuhan Suami, Perceraian Kian Memanas
Sebuah Eksperimen Berani atau Langkah Nekat?
Komitmen Endiarto untuk terus melanjutkan proyek ini menghadirkan pertanyaan besar tentang strategi dan visinya. Rencana untuk menghadirkan sekuel setiap tahun merupakan sebuah langkah yang belum pernah dilakukan secara konsisten untuk film animasi Indonesia.
Terlepas dari segala kritik dan kontroversi, langkah Endiarto menghadirkan Merah Putih One for All setiap tahun menjadi sebuah eksperimen besar di dunia perfilman Indonesia.
Beberapa pengamat mempertanyakan sustainability (keberlanjutan) model bisnis ini, sementara yang lain melihatnya sebagai bentuk keteguhan hati untuk membangun sebuah franchise animasi lokal secara mandiri, meski harus melalui jalan terjal.
Apakah ini merupakan visi jangka panjang yang berani untuk membangun ikon animasi Indonesia, atau sebuah ambisi yang tidak memperhatikan suara penonton? Hanya waktu yang dapat menjawabnya.
Yang pasti, pernyataan Endiarto telah membuat publik kembali menunggu: apakah sekuel berikutnya akan mampu membalikkan keadaan dan menjawab semua kritik, atau justru akan mengulangi kesalahan yang sama.