Tauge Goreng dengan Kuah Oncom Kental, Kuliner Khas Bogor yang Sarat Nostalgia

Selasa 19 Agu 2025, 08:16 WIB
Kuah oncom dan saus tauco menjadi ciri khas cita rasa Tauge Goreng yang unik. (Sumber: Dok/Wilkipedia)

Kuah oncom dan saus tauco menjadi ciri khas cita rasa Tauge Goreng yang unik. (Sumber: Dok/Wilkipedia)

POSKOTA.CO.ID - Indonesia adalah negeri yang kaya dengan ragam kuliner tradisional, mulai dari Sabang hingga Merauke. Namun, di tengah derasnya arus modernisasi, tak sedikit makanan khas Nusantara yang perlahan tersingkir dari ruang konsumsi masyarakat.

Salah satunya adalah Tauge Goreng, hidangan sederhana yang memadukan kesegaran sayur dengan kuah oncom gurih khas Bogor dan Betawi.

Dahulu, Tauge Goreng menjadi jajanan jalanan yang akrab di lidah masyarakat Jabodetabek. Kini, keberadaannya semakin jarang ditemui, bahkan lebih banyak dikenang daripada disantap. Fenomena ini menunjukkan bahwa kuliner tradisional tidak hanya soal rasa, tetapi juga erat kaitannya dengan identitas budaya, perubahan gaya hidup, hingga selera generasi.

Baca Juga: Warga Srimukti Bekasi Akui Dipalak Oknum Desa seusai Terima Kompensasi Penggusuran

Sejarah dan Asal Usul Tauge Goreng

Meski namanya mengandung kata “goreng”, Tauge Goreng tidak benar-benar digoreng. Nama tersebut merujuk pada cara memasaknya yang menggunakan wajan tanah liat dan hanya ditumis dengan air panas.

Makanan ini berakar dari tradisi kuliner Bogor dan turut dipengaruhi kultur Betawi. Menurut penuturan pedagang, masyarakat Betawi dahulu turut menghidangkan Tauge Goreng, tetapi kini lebih banyak dikuasai oleh orang Bogor. Fakta ini menandakan adanya pergeseran kepemilikan identitas kuliner akibat perubahan sosial dan ekonomi.

Bahan dan Ciri Khas Rasa

Komposisi Tauge Goreng sebenarnya sederhana, terdiri atas:

  • Tauge segar, sebagai bahan utama.
  • Tahu putih, dipotong kecil-kecil.
  • Ketupat atau lontong, sebagai sumber karbohidrat.
  • Mi kuning basah, menambah tekstur dan rasa.
  • Kuah oncom yang menjadi jiwa hidangan.

Kuah oncom dibuat dari fermentasi kacang tanah atau kedelai yang dilumatkan, kemudian ditumis dengan bumbu dapur. Kuah ini memberikan rasa gurih, sedikit asam, dan tekstur kental yang khas.

Selain itu, siraman saus tauco bumbu fermentasi kedelai asin memberikan lapisan rasa yang unik. Kombinasi gurih, asam, dan segar dari tauge menciptakan harmoni cita rasa yang sulit ditemui dalam kuliner modern cepat saji.

Tauge Goreng Sebagai Kuliner Jalanan

Sejak awal kemunculannya, Tauge Goreng identik dengan makanan kaki lima. Para penjual berkeliling menggunakan pikulan atau gerobak dorong, berhenti di sudut-sudut perkampungan atau pasar tradisional.

Ciri khas pedagang Tauge Goreng terletak pada wajan tanah liat yang digunakan, menambah aroma khas sekaligus menjaga keaslian proses masak. Seorang penjual, Abdul Makmun, misalnya, telah berjualan sejak 2003 di kawasan Rawalumbu, Bekasi. Ia mengakui bahwa pelanggannya sebagian besar adalah orang-orang “zaman dulu” yang masih setia mencari cita rasa autentik Tauge Goreng.

Sayangnya, popularitas Tauge Goreng di kalangan generasi muda semakin memudar. Gaya hidup praktis, preferensi pada makanan cepat saji, serta gempuran kuliner modern membuat keberadaan hidangan ini kian terpinggirkan.

Bagi masyarakat Betawi dan Bogor, Tauge Goreng bukan hanya soal kuliner, melainkan juga memori kolektif. Banyak orang dewasa yang mengenangnya sebagai jajanan masa kecil, makanan yang menemani perjalanan sekolah, atau sekadar santapan sore di pasar.

Di sisi lain, para penjual seperti Abdul menghadapi dilema. Mereka bukan sekadar menjajakan makanan, tetapi juga menjaga keberlanjutan sebuah tradisi. Profesi ini sering kali diwariskan dari generasi ke generasi, meskipun kini semakin sedikit anak muda yang mau meneruskan.

Hal ini menunjukkan bahwa Tauge Goreng adalah warisan budaya tak benda, yang nilainya setara dengan seni pertunjukan atau tradisi lisan. Menghilangnya Tauge Goreng berarti hilangnya sepotong identitas lokal yang unik.

Tantangan Eksistensi Tauge Goreng

Ada beberapa faktor yang menyebabkan Tauge Goreng semakin jarang ditemui:

  1. Perubahan selera generasi muda – Lebih menyukai makanan cepat saji dan kekinian.
  2. Kurangnya regenerasi pedagang – Anak-anak pedagang memilih pekerjaan lain yang dianggap lebih menjanjikan.
  3. Persaingan kuliner modern – Kehadiran franchise internasional dan makanan viral membuat Tauge Goreng kalah populer.
  4. Distribusi terbatas – Hanya populer di kawasan Jabodetabek, sulit ditemui di kota-kota lain.

Baca Juga: Obrolan Warteg: Teguran Politik Dilancarkan

Peluang Revitalisasi

Meski menghadapi tantangan, Tauge Goreng masih memiliki peluang besar untuk bangkit. Beberapa upaya yang bisa dilakukan antara lain:

  • Inovasi penyajian – Menghadirkan Tauge Goreng dalam konsep kafe atau restoran modern tanpa menghilangkan cita rasa aslinya.
  • Digitalisasi promosi – Memanfaatkan media sosial untuk mengenalkan Tauge Goreng kepada generasi muda.
  • Festival kuliner Nusantara – Menjadikan Tauge Goreng sebagai salah satu ikon acara kuliner daerah.
  • Dukungan pemerintah daerah – Memasukkan Tauge Goreng ke dalam daftar warisan budaya kuliner yang dilindungi.

Tauge Goreng adalah simbol sederhana namun kaya makna dari perjalanan kuliner Indonesia. Dari sekadar jajanan jalanan, ia menjelma menjadi identitas budaya yang merekam jejak masyarakat Betawi dan Bogor.

Keberadaannya kini mungkin kian langka, tetapi bukan berarti tidak bisa dihidupkan kembali. Dengan inovasi, promosi, dan pelestarian, Tauge Goreng dapat menjadi jembatan antara generasi tua yang mengenang dan generasi muda yang ingin menemukan kembali kekayaan kuliner Nusantara.

Pada akhirnya, menjaga Tauge Goreng berarti menjaga rasa, budaya, dan kenangan. Karena dalam setiap suapan, tersimpan cerita panjang tentang siapa kita sebagai bangsa yang mencintai tradisinya.


Berita Terkait


News Update