BEKASI, POSKOTA.CO.ID - Pengamat Transportasi Publik, Azas Tigor Nainggolan, menilai tingginya biaya transportasi di Kota Bekasi disebabkan layanan transportasi publik massal yang belum terintegrasi dengan baik.
Menurutnya, Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi mengurangi pengeluaran warga dengan menambah jalur Transjabodetabek. Namun, Pemkot Bekasi sebaiknya tidak bergantung sepenuhnya pada Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jakarta.
“Enggak ada masalah kalau memang mau menambah jalur. Bagus-bagus aja. Tapi Transjabodetabek kan punya Jakarta, jangan menggantungkan dari Pemda Jakarta, dong,” kata Azas saat dikonfirmasi, Minggu, 10 Agustus 2025.
Azas menjelaskan, layanan Transjabodetabek hanya berfungsi mengantar penumpang dari pintu masuk Bekasi menuju Jakarta. Karena itu, Kota Bekasi perlu membangun sendiri layanan transportasi umum yang dapat menjangkau wilayah-wilayah dalam kota.
Baca Juga: Transportasi Umum di Bekasi Buruk, Pengamat: Wajar Pilih Kendaraan Pribadi
“Yang harus difokuskan adalah Pemkot bisa betul-betul bangun layanan transportasi umum di Bekasi. Kalau Transjabodetabek kan hanya menjemput dari pintu masuk Bekasi ke Jakarta,” ucapnya.
Ia menekankan, Pemkot Bekasi perlu menyediakan angkutan umum yang dapat mengantar warga dari rumah ke halte, stasiun, atau terminal. Akses layanan massal, seperti Transjabodetabek harus dipenuhi pemerintah daerah.
“Untuk menjangkau Transjabodetabek itu harus dibangun juga aksesnya oleh Pemda atau Pemkot Bekasi. Jangan mengandalkan hanya dari Jakartanya aja,” tuturnya.
Menurutnya, akses transportasi Bekasi-Jakarta sudah cukup memadai berkat pembangunan yang dilakukan Pemprov Jakarta. Kini, Pemkot Bekasi untuk memperluas dan mengintegrasikan layanan transportasi dalam wilayahnya sendiri.
Baca Juga: Demi Keluarga, Pria Karawang Ini Angkut Sampah di Bekasi Selama 24 Tahun
“Harus dibangun lagi, ditambah lagi. Mulai dari layanan, jalur, dan segala macam. Kalau terintegrasi, orang jadi lebih nyaman dan akhirnya mau pakai angkutan umum,” katanya.
Sementara itu, Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat, Djoko Setijowarno melontarkan kritik serupa. Ia menilai minimnya angkutan umum yang masuk ke kawasan perumahan menjadi salah satu biang masalah.
“Jadi, tugas Wali Kota Bekasi itu menyediakan angkutan umum atau feeder yang masuk ke kawasan perumahan. Sangat disayangkan kalau wali kotanya nggak paham itu, apalagi dia alumni Sekolah Tinggi Transportasi Darat (STTD),” ujar dia.
Kota Bekasi mencatatkan rekor daerah dengan pengeluaran biaya transportasi tertinggi di Indonesia. Berdasarkan data Direktorat Jenderal Integrasi Transportasi Multimoda Kementerian Perhubungan, warga Bekasi rata-rata menghabiskan Rp1.918.142 per bulan untuk transportasi.
Baca Juga: Demi Keluarga, Pria Karawang Ini Angkut Sampah di Bekasi Selama 24 Tahun
Angka tersebut melampaui pengeluaran warga Jakarta yang mencapai sekitar Rp1,59 juta per bulan. Tingginya biaya ini dipicu oleh ketergantungan terhadap kendaraan pribadi, minimnya integrasi transportasi publik, serta jauhnya jarak antara tempat tinggal dan lokasi kerja, terutama bagi para komuter Bekasi-Jakarta. (CR-3)