Dana yang ada biasanya dialokasikan untuk pengalaman seperti konser, liburan, atau mencoba restoran baru, ketimbang ditabung untuk masa depan.
Meski menyenangkan, kebiasaan ini bisa berisiko jika tidak diimbangi rencana keuangan yang sehat.
Baca Juga: 10 Cara Realistis Gen Z Mencapai Kebebasan Finansial: ’Now or Never!'
Doom Spending
Ini adalah versi ekstrem dari soft savings. Doom spending terjadi ketika seseorang tetap belanja besar-besaran meski sedang dilanda kekhawatiran finansial entah untuk menghibur diri, mengurangi stres, atau sekadar mencari kepuasan instan.
Masalahnya, perilaku ini sering meninggalkan beban hutang dan penyesalan di kemudian hari.
Cash Stuffing
Meski terkesan baru, konsep ini sebenarnya mirip metode envelope budgeting yang sudah lama dikenal. Caranya, membagi uang tunai ke dalam beberapa amplop sesuai kategori pengeluaran, seperti kebutuhan harian, transportasi, dan hiburan.
Jika uang di satu amplop habis, berarti pengeluaran untuk kategori tersebut sudah harus berhenti. Metode ini efektif mengontrol belanja, asalkan kamu disiplin membayar semua transaksi dengan tunai.
Baca Juga: Menabung Fleksibel ala Gen Z dengan Konsep Soft Saving, Simak Langkah Praktisnya
Girl Math
Istilah ini populer karena cara berpikirnya unik sekaligus kocak. Girl math merujuk pada logika kreatif namun tidak selalu rasional untuk membenarkan pembelian mahal.
Misalnya, membeli kalung seharga USD500 yang sebelumnya dibanderol USD600 dianggap “menghemat” USD100. Atau karena rencananya akan diwariskan, maka dianggap gratis dalam jangka panjang.
Istilah-istilah keuangan Gen Z ini mencerminkan cara pandang baru anak muda terhadap uang. Ada yang bisa membantu membangun kebiasaan positif, seperti loud budgeting dan cash stuffing.
Namun, ada juga yang berpotensi bikin keuangan berantakan jika tidak bijak mengelolanya, seperti doom spending atau soft savings yang terlalu dominan.