Maryani, 38 tahun, warga asli Pekalongan yang kini menetap di RT 01/RW 08 Kampung Sawah, Kecamatan Bekasi Barat, tidak pernah mendapatkan bantuan dari pemerintah, Selasa, 5 Agustus 2025. (Sumber: Poskota/Nurpini Aulia Rapika)

JAKARTA RAYA

18 Tahun Tinggal di Rumah Tak Layak, Warga Bekasi Tidak Pernah Dapat Bantuan

Selasa 05 Agu 2025, 17:42 WIB

BEKASI BARAT, POSKOTA.CO.ID - Sebuah keluarga kecil di Kampung Sawah, Kelurahan Bintara Jaya, Kecamatan Bekasi Barat, Kota Bekasi, sudah 18 tahun bertahan tinggal di rumah kontrakan rusak.

Maryani, 38 tahun, warga asli Pekalongan yang kini menetap di RT 01/RW 08 Kampung Sawah bersama suaminya, Wasmo 39 tahun, dan dua anak mereka, hidup dalam kondisi serba terbatas. Rumah kontrakan yang mereka tempati sejak 2007 itu kini mengalami ambles dan langganan banjir setiap tahun.

“Saya pertama kali tinggal di sini tahun 2007, waktu anak saya usia lima bulan. Tapi suami saya lebih dulu tinggal di sini sejak masih bujangan. Dulu rumah ini masih tinggi,” kata Maryani saat ditemui Poskota, Selasa., 5 Agustus 2025.

Rumah kontrakan tersebut disewa dari seseorang bernama Wahidun, warga Pondok Kelapa, Jakarta Timur, dengan biaya Rp200 ribu per bulan. Harga sewa yang sangat murah inilah yang membuat Maryani dan keluarga tetap bertahan, meski risiko dan ketidaknyamanan terus mengintai.

Baca Juga: Suka Duka Pedagang Bendera di Bekasi, Didi Tinggalkan Cirebon dengan Membawa Harapan

“Kalau pindah, kami enggak sanggup. Suami saya cuma kerja bangunan, kadang ada kerjaan, kadang enggak. Pendapatannya juga paling Rp100 sampai Rp150 ribu sehari. Itu pun belum cukup buat makan dan sekolah anak,” ujarnya.

Maryani mengaku kondisi rumahnya kini makin menurun. Tanah di bawah bangunan perlahan-lahan ambles dan menyebabkan atap rumah hampir menyentuh kepala.

“Dulu tingginya dua meter lebih, sekarang tinggal sejengkal dari kepala saya. Jadi kalau beraktivitas di dalam rumah, harus hati-hati banget,” tuturnya.

Akibat kondisi itu, aktivitas di dalam rumah menjadi serba terbatas. Maryani bahkan tak bisa menutup pintu dengan kencang karena khawatir rumah ambruk sewaktu-waktu. Belum lama ini, sebuah balok di dapur rumahnya jatuh karena struktur rumah yang melemah.

Baca Juga: Kota Bekasi Disebut Mampu Benahi Transportasi Umum

“Kalau buka pintu harus pelan-pelan, takut roboh. Kemarin juga balok dapur sempat jatuh. Kalau hujan angin datang, saya udah ketar-ketir,” ucapnya dengan nada waswas.

Saat hujan deras, Maryani mengaku harus menaruh lima hingga enam ember untuk menampung air dari atap bocor. Bahkan, saat hujan deras, air bisa masuk hingga setinggi pinggang orang dewasa.

“Kalau hujan tinggi, bisa banjir sepinggang. Bale (tempat tidur dari kayu) saya bikin tinggi di tengah ruangan, biar kalau banjir anak saya tetap bisa istirahat,” katanya.

Ironisnya, meski tinggal di wilayah rawan banjir dan tinggal di rumah yang tidak layak huni, Maryani mengaku belum pernah menerima bantuan dari pemerintah.

Baca Juga: Pengamat Nilai Wali Kota Bekasi Tak Paham Kewajiban Sediakan Angkutan Umum

“Selama saya di sini, enggak pernah ada bantuan. Padahal rumah saya ini yang paling dalam kalau banjir, dan paling lama surut. Kadang bisa seharian lebih baru kering,” ungkapnya.

Jika banjir sudah tak terkendali, keluarga Maryani terpaksa mengungsi ke rumah saudara terdekat.

“Kalau air makin naik dan nggak memungkinkan di sini, kami buru-buru ngungsi. Tapi ya, semua sendiri. Nggak ada bantuan apa-apa dari pemerintah. Dulu pas banjir 2020, kami bablas aja mengungsi,” tutur dia.

Rasa khawatir selalu menyelimuti Maryani, terutama saat hujan di malam hari. Ia takut rumah sewaktu-waktu roboh ketika keluarganya sedang tidur.

Baca Juga: Pengamat Sebut Gaji Rp10 Juta Tak Cukup untuk Warga Bekasi

“Dulu saya pernah lagi enak tidur, tahu-tahu ngambang. Saya takut kesetrum juga, karena kabel di rumah udah ke mana-mana,” ucap dia.

Ia berharap, ada perhatian serius dari pemerintah agar keluarganya bisa tinggal di tempat yang lebih aman dan layak. (CR-3)

Tags:
rumah rusakBekasi

Tim Poskota

Reporter

Febrian Hafizh Muchtamar

Editor