“Kalau pulang-pergi tiap hari, bisa abis Rp70-80 ribu. Itu belum makan. Uang saya bisa habis di ongkos aja kalau seperti itu. Jadi saya pilih pulang seminggu sekali aja,” ujarnya.
Arif juga menyebut kenaikan harga BBM dan kebijakan-kebijakan baru ikut memperparah beban masyarakat kecil.
“Yang naik bukan cuma tarif, tapi biaya hidup semua. Transportasi makin mahal, padahal penghasilan saya segitu-gitu aja. Nggak sebanding,” ucapnya.
Baca Juga: Amnesti Turun, Rumah Hasto di Bekasi Timur Sepi Aktivitas
Ia berharap ada perhatian dari pemerintah untuk menciptakan sistem transportasi publik yang efisien, terintegrasi, dan terjangkau, terutama untuk daerah penyangga ibu kota seperti Bekasi.
“Transportasi umum di Bekasi itu enggak bisa yang langsung ke tempat kerja, masih harus nyambung. Mau naik bus, jauh. Ojek mahal. Angkot jarang. Jadi mau nggak mau harus keluar uang lebih,” katanya.
Baik Rahmadi maupun Arif menilai, pemerintah daerah dan pusat harus duduk bersama menyusun strategi jangka panjang untuk mengatasi beban ongkos transportasi warga. Menurut mereka, jika dibiarkan terus menerus, hal ini akan berdampak pada daya beli masyarakat dan kesejahteraan keluarga kelas menengah ke bawah. (CR-3)