POSKOTA.CO.ID - Pada 29 Juli 2025, publik dikejutkan oleh pernyataan Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Kaesang Pangarep. Dalam wawancaranya dengan media, ia menyebutkan bahwa sosok berinisial “J” telah bersedia menjadi Ketua Dewan Pembina PSI periode 2025–2030.
Meskipun Kaesang belum mengungkap nama secara eksplisit, spekulasi segera bermunculan dan salah satu yang paling santer disebut adalah Jeffrie Geovanie, tokoh senior dengan latar belakang politik yang panjang dan beragam.
Pernyataan tersebut mengundang beragam reaksi. Tak sedikit yang menyambut baik, melihatnya sebagai langkah strategis PSI dalam memperkuat basis ideologis dan historis partai. Namun, ada juga yang mempertanyakan mengapa sosok seperti Jeffrie, yang sebelumnya berpindah-pindah partai, kini kembali tampil di panggung politik nasional.
Baca Juga: Investor Timothy Ronald Bongkar Strategi Membangun Bisnis, Simak Penjelasannya
Sebuah Kembali yang Tak Sekadar Strategi Politik
Jeffrie Geovanie bukan nama asing di kancah politik Indonesia. Kiprahnya telah terentang dari awal reformasi hingga kini. Latar belakangnya yang kompleks baik dari sisi pendidikan, pengalaman, maupun nilai kehidupan—membuatnya tampil sebagai sosok yang unik dan multidimensional.
Keterlibatannya kembali ke PSI bukan hanya soal kekuasaan atau jabatan, melainkan bentuk keterlibatan aktif dalam menjembatani generasi tua dan muda dalam politik idealis.
"Kita tidak boleh menutup ruang bagi mereka yang pernah salah jalan, tapi punya niat kembali membangun bangsa," demikian komentar salah satu pengamat politik tentang kabar Jeffrie yang akan mengisi posisi Dewan Pembina.
Kehidupan Pribadi: Figur Keluarga yang Tertutup tapi Konsisten
Di balik gemerlap dunia politik, kehidupan pribadi Jeffrie cenderung tertutup. Ia telah menikah dengan Diana Singgih, putri dari mantan Jaksa Agung Republik Indonesia, Singgih.
Pasangan ini menjalani pernikahan yang jarang terekspos publik, namun jejak kebersamaan mereka cukup kuat, terutama dalam kegiatan sosial dan keagamaan.
Jeffrie dan Diana bahkan tercatat pernah menunaikan ibadah haji bersama pada tahun 2000. Dari pernikahan ini, mereka dikaruniai satu orang anak. Kehidupan rumah tangganya mencerminkan stabilitas, sesuatu yang kadang langka dalam dunia politik yang penuh gejolak.
Asal Usul dan Masa Kecil: Jejak Perjuangan dari Sumatera Barat
Jeffrie lahir di Jakarta pada 5 Agustus 1967, namun darah Minangkabau dari orang tuanya sangat mewarnai karakter dan prinsip hidupnya.
Ayahnya bekerja di yayasan PBB yang menangani pengungsi Vietnam di Pulau Galang, sedangkan ibunya adalah seorang pegawai negeri sipil (PNS) yang kemudian menjadi single parent setelah ayah Jeffrie wafat.
Kondisi ekonomi keluarganya saat itu tidak berlebihan. Ibunya bahkan harus bekerja sampingan untuk mencukupi kebutuhan. Jeffrie kecil tumbuh dalam didikan keras namun penuh kasih, dengan nilai religius dan kerja keras yang tertanam sejak dini. Ia bersekolah di dua institusi sekaligus sekolah umum dan madrasah agama menunjukkan pentingnya keseimbangan intelektual dan spiritual dalam hidupnya.
Pendidikan Formal dan Kiprah Organisasi
Jeffrie menyelesaikan pendidikan sarjana di Fakultas Sastra, Universitas Nasional Jakarta, pada tahun 1992. Semasa kuliah, ia menjabat sebagai Sekretaris Jenderal Senat Mahasiswa, sebuah posisi strategis yang menandai awal ketertarikannya terhadap isu sosial-politik.
Kemudian pada tahun 2008, ia menuntaskan studi magister di bidang Ilmu Komunikasi di Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama).
Kemampuan komunikasinya yang tajam, ditambah pengalaman lapangan yang luas, menjadikan Jeffrie sebagai salah satu aktor politik dengan narasi yang kuat.
Karier Politik: Dari PAN hingga PSI
Jeffrie telah mencicipi atmosfir berbagai partai politik besar:
- Partai Amanat Nasional (PAN) – Bergabung tahun 2002, di masa konsolidasi pasca-reformasi.
- Golkar – Tahun 2007–2012, membawa pengalaman birokrasi yang lebih mapan.
- NasDem – Tahun 2012–2013, memperkuat sisi progresif dalam kebijakan publik.
- PSI – Bergabung sejak 2014, Jeffrie berperan sebagai penasehat ideologis generasi muda.
Perpindahan partai ini kerap menuai kritik, namun Jeffrie membela diri bahwa semua keputusan tersebut diambil dalam kerangka “mencari ruang yang paling sehat untuk berpikir dan berkontribusi”.
Dalam beberapa wawancara, Jeffrie kerap menyuarakan pandangan yang jarang diangkat oleh politisi lain: politik sebagai media untuk mencerdaskan bangsa. Menurutnya, politik bukan sekadar soal kursi kekuasaan, tetapi tentang bagaimana membuat rakyat mampu berpikir kritis, memahami hak dan kewajibannya sebagai warga negara.
Ia juga dikenal aktif dalam kegiatan sosial, terutama yang berkaitan dengan pendidikan, literasi media, dan pelestarian budaya lokal. Bahkan, dalam beberapa forum, Jeffrie menekankan pentingnya “membaca buku sebelum membaca kertas suara”—menandakan pandangan mendalamnya terhadap kualitas demokrasi.
Masa Depan PSI Bersama Jeffrie?
Jika benar Jeffrie Geovanie ditetapkan sebagai Ketua Dewan Pembina PSI, maka arah PSI bisa lebih matang dan strategis. Ia bisa menjembatani idealisme generasi muda PSI dengan kedewasaan politik praktis yang pernah ia jalani.
Kaesang Pangarep pun menegaskan bahwa seluruh posisi strategis di tubuh PSI akan diumumkan dalam waktu dekat. Langkah ini menunjukkan transformasi struktur PSI menuju partai yang lebih profesional, tak lagi sekadar "partai anak muda", tetapi partai yang siap bertarung di arena nasional.
Baca Juga: Pembukaan Sekolah Rakyat di Tangsel Ditunda, 150 Siswa Gagal Masuk Hari Ini
Biodata Singkat Jeffrie Geovanie
Informasi | Detail |
---|---|
Nama Lengkap | Jeffrie Geovanie |
Tempat, Tanggal Lahir | Jakarta, 5 Agustus 1967 |
Usia | 57 tahun |
Istri | Diana Singgih |
Anak | 1 |
Mertua | Singgih (mantan Jaksa Agung RI) |
Pendidikan | Universitas Nasional (Sastra Indonesia), Universitas Prof. Dr. Moestopo (Ilmu Komunikasi) |
Partai Politik | PSI (sejak 2014), sebelumnya: PAN, Golkar, NasDem |
Jumlah Kekayaan | Belum dipublikasikan |
Jeffrie Geovanie adalah contoh menarik tentang bagaimana seorang tokoh publik tetap bisa menjaga ruang pribadi, namun tetap berdampak besar secara sosial-politik.
Jika kehadirannya di PSI benar-benar terwujud, maka publik boleh menaruh harapan pada arah baru PSI yang lebih reflektif, inklusif, dan matang secara politik.