JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Fraksi Partai Gerindra DPRD Jakarta menyebut, program Kartu Janda Jakarta (KJJ) sebagai bentuk keberpihakan terhadap para perempuan kepala keluarga miskin.
Sekretaris Fraksi Gerindra, Yudha Permana menjelaskan, usulan ini berangkat dari hasil reses di 24 titik wilayah Jakarta. Banyak warga, khususnya para janda yang ditinggal mati suaminya menyampaikan aspirasi pemerintah menyediakan program bantuan khusus bagi mereka.
“Ini murni usulan dari masyarakat. Kami hanya meneruskan dan memperjuangkan apa yang menjadi keluhan warga,” kata Yudha saat dihubungi Poskota, Rabu, 30 Juli 2025.
Menurutnya, kelompok sasaran dari program ini adalah janda dhuafa berusia 45-59 tahun yang ditinggal mati suami, tidak memiliki pekerjaan, memiliki tanggungan anak, dan termasuk dalam data Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).
Baca Juga: DPRD Minta Wacana Kartu Janda Jakarta Dikaji Ulang
Ia menyebut, kelompok ini tidak bisa mengakses Kartu Lansia Jakarta (KLJ), karena belum memenuhi syarat usia minimal 60 tahun.
“Begitu suaminya meninggal, mereka harus menggantikan peran sebagai kepala keluarga. Tapi secara ekonomi mereka tidak mampu, karena selama ini hanya menjadi ibu rumah tangga. Pemerintah belum hadir untuk mereka,” ucapnya.
Selain itu, Yudha mengungkapkan kekecewaannya atas penolakan Gubernur Jakarta, Pramono Anung terhadap program KJJ yang dinilai aneh.
“Yang kami sayangkan, tanpa mempelajari dulu isi usulan dan syarat-syaratnya, Gubernur langsung menolak dengan menyebut program ini aneh. Kami pertanyakan, anehnya di mana? Membantu janda dhuafa yang punya tanggungan anak itu dianggap aneh?” katanya.
Baca Juga: Pengamat Nilai Sebut Kartu Janda Jakarta Tumpang Tindih dengan Bansos
Ia menilai penolakan tersebut bisa berakibat misinformasi atau penilaian yang tidak objektif dari pihak Pemprov Jakarta. Program ini punya dasar kuat, baik dari sisi data maupun kebutuhan masyarakat.
Selain itu, dia mengatakan, ada potensi anggaran yang bisa dimanfaatkan, seperti sisa anggaran Kartu Lansia Jakarta tahun sebelumnya yang mencapai Rp130 miliar dan tidak digunakan.
“Jumlah sasaran juga tidak besar, sekitar 15.000 sampai 25.000 orang. Kalau bantuannya Rp300 ribu per bulan, itu hanya sekitar Rp90 miliar per tahun, jauh lebih kecil dari sisa anggaran yang tidak terpakai itu,” tuturnya.
Terkait koordinasi dengan eksekutif, Fraksi Gerindra telah menyampaikan usulan dalam rapat Komisi E DPRD DKI Jakarta. Namun, belum ada pembahasan lebih lanjut dengan Dinas Sosial (Dinsos) maupun Dinas Pemberdayaan Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk (PPAPP).
Baca Juga: Gerindra Kecewa Pramono Anung Sebut Usulan Kartu Janda Jakarta Aneh
“Kami sudah sampaikan secara tegas dalam pembahasan APBD Perubahan kemarin. Tapi untuk diskusi teknis dengan Dinsos atau PPAPP, memang belum ada,” ujarnya.
Atas dasar itu, ia berharap, Pemprov Jakarta tidak buru-buru menolak, melainkan mau mengkaji lebih jauh potensi dan urgensi dari program ini.
“Harapannya, pemerintah daerah mempelajari dan melakukan kajian, bukan langsung menilai ‘aneh-aneh’. Kalau mindset-nya sudah negatif duluan, begitu dengar kata ‘janda’ langsung dianggap sensitif, itu yang harus diperbaiki,” katanya.