Apa Itu 'Usia Medium Well'? Istilah Viral yang Bikin Banyak Wanita Tertampar Realita

Sabtu 26 Jul 2025, 13:42 WIB
Usia Medium Well" Viral di Media Sosial: Bukan Sekadar Lelucon, Ini Makna dan Perspektif Emosional di Baliknya

Usia Medium Well" Viral di Media Sosial: Bukan Sekadar Lelucon, Ini Makna dan Perspektif Emosional di Baliknya

POSKOTA.CO.ID - Media sosial belakangan diramaikan dengan istilah unik dan menggelitik: usia medium well.” Istilah ini muncul dari kegelisahan banyak wanita yang merasa berada dalam fase usia transisi sudah tidak lagi muda, tetapi belum juga dianggap tua.

Unggahan seperti yang dibuat oleh akun TikTok @handinyvidya dengan keluhan, “Kadang dipanggil buk, kadang dipanggil mbak, kadang tante,” menjadi sangat relevan bagi banyak perempuan berusia 30-an hingga 40-an.

Apa sebenarnya yang dimaksud dengan "usia medium well"? Dan mengapa istilah ini bisa terasa sangat dekat, lucu, sekaligus menyentuh hati banyak orang?

Baca Juga: Pramono Anung: NU Punya Peran Penting bagi Umat di Jakarta

Asal Usul Istilah "Medium Well": Dari Steak ke Realita Sosial

Secara harfiah, medium well berasal dari dunia kuliner, khususnya untuk mengukur tingkat kematangan daging. Daging medium well berarti hampir matang sepenuhnya, dengan sedikit warna merah muda tersisa di tengah. Pada tahap ini, daging tidak lagi mentah, tetapi juga belum sepenuhnya kering seperti well done.

Dari perspektif bahasa, istilah ini kemudian diadopsi secara kreatif oleh netizen untuk menggambarkan kondisi usia yang "hampir matang sempurna", yaitu fase 30–40 tahun. Fase ini dianggap sebagai peralihan dari masa muda yang penuh energi ke masa kedewasaan penuh tanggung jawab, bahkan perubahan fisik dan psikis mulai terasa nyata.

“Dipanggil Mbak Atau Ibu?”: Krisis Identitas Usia yang Tak Terucap

Fenomena ini bukan sekadar permainan kata, tapi merepresentasikan krisis identitas sosial yang dialami banyak wanita, terutama di usia 30-an ke atas. Di satu sisi, masih merasa muda secara mental, tetapi dari sudut pandang sosial—terutama generasi lebih muda mereka mulai dianggap “lebih tua”.

Misalnya, dalam unggahan viral dari akun Threads @khadijah.koriyah, ia menulis:

"Diusia yang dah medium well, di 36 tahun yang kadang dipanggil ibu, tante, kak, teteh kadang juga mbak. Berharap di usia well done tetap bisa jaga badan dan tetap cantik.. karena menua itu pasti tapi tetap cantik dan menarik itu pilihan."

Pernyataan ini menggambarkan upaya berdamai dengan perubahan, baik dari segi tubuh, ekspektasi sosial, hingga persepsi diri.

Yang menjadikan istilah “usia medium well” begitu menarik adalah ambiguitas identitas yang dibawanya. Di masyarakat kita, sapaan seperti “mbak”, “bu”, “tante”, atau “kak” bukan hanya panggilan, tetapi juga cerminan posisi sosial dan usia.

Hal ini menimbulkan perasaan canggung tersendiri ketika seseorang tidak tahu harus menyebut apa, dan di sisi lain, seseorang juga merasa bingung harus merasa seperti siapa. Di sinilah istilah “medium well” menjadi simbol kegamangan.

Secara psikologis, fase ini adalah saat krisis paruh baya (midlife crisis) mulai menyapa. Fase ini ditandai dengan:

  • Evaluasi ulang tujuan hidup
  • Perubahan prioritas (karier, keluarga, spiritualitas)
  • Kecemasan terhadap penuaan fisik
  • Penerimaan atas keterbatasan

Klasifikasi Umur Menurut Kemenkes: Ada di Mana “Medium Well”?

Menurut Permenkes No. 25 Tahun 2016, klasifikasi usia secara resmi terbagi sebagai berikut:

  • Bayi: 0–1 tahun
  • Balita: 1–5 tahun
  • Anak Prasekolah: 5–6 tahun
  • Anak: 6–10 tahun
  • Remaja: 10–19 tahun
  • Dewasa: 19–44 tahun
  • Pra-Lansia: 45–59 tahun
  • Lansia: 60 tahun ke atas

Jika kita mengikuti klasifikasi ini, maka usia “medium well” berada di rentang dewasa akhir menuju pra-lansia, yakni usia 30–45 tahun. Usia ini memang penuh ambivalensi. Di satu sisi masih aktif dan produktif, tetapi di sisi lain sudah mulai muncul pertanda penurunan stamina dan perubahan hormonal.

Budaya Pop dan Kepercayaan: Cantik Abadi atau Bahagia Apa Adanya?

Dalam budaya populer, perempuan sering kali dituntut untuk tetap tampil muda, cantik, dan energik, bahkan ketika usia terus bertambah. Hal ini menciptakan tekanan tersendiri, terutama di era media sosial di mana visual menjadi standar utama.

Namun, semakin banyak pula suara baru yang menyerukan pentingnya self-acceptance dan keberanian untuk menua dengan bahagia. Ungkapan seperti:

“Menjadi tua itu pasti, tapi tetap cantik dan menarik itu pilihan.”

.bukan hanya retoris, melainkan seruan untuk melawan narasi bahwa menua itu memudar.

Baca Juga: Populer Pada Masanya, Ini Lirik Lagu And I Hope - Sunset

Menerima "Usia Medium Well" Sebagai Fase Transformatif

Usia “medium well” sebenarnya merupakan fase emas untuk refleksi, pertumbuhan batin, dan rekonstruksi identitas.

Beberapa hal yang dapat dilakukan:

  1. Rekonsiliasi Diri: Memaafkan masa lalu, menerima tubuh saat ini, dan menetapkan tujuan baru.
  2. Redefinisi Kebahagiaan: Bahagia tidak lagi dari validasi eksternal, tetapi dari dalam diri.
  3. Merayakan Fase Hidup: Ulang tahun bukan akhir, tapi awal untuk tumbuh lebih sehat, bijak, dan autentik.
  4. Menjaga Kesehatan Fisik dan Mental: Karena tubuh butuh perhatian lebih, bukan sekadar terlihat muda.
  5. Menemukan Komunitas: Terhubung dengan orang yang mengalami hal serupa memberikan ruang saling dukung.

Istilah viral usia medium well adalah refleksi dari realita sosial yang sangat relevan dan menyentuh banyak orang. Ia tidak hanya lucu, tetapi juga menyimpan makna mendalam tentang bagaimana manusia memaknai usia, penerimaan sosial, dan citra diri.

Alih-alih menjadi bahan candaan semata, mari kita jadikan istilah ini sebagai ajakan untuk merangkul fase kehidupan yang kerap tak terlihat tapi sarat makna. Karena sejatinya, di usia medium well-lah seseorang belajar mencintai hidupnya secara utuh dengan segala ketidaksempurnaan, dan dengan semangat yang lebih jernih untuk menjadi versi terbaik dari diri sendiri.


Berita Terkait


News Update