Pernyataan akan meneruskan kebijakan pejabat sebelumnya, acap sebatas slogan. Rakyat tentu akan mendukung program yang sudah baik diteruskan dan ditingkatkan, yang jelek disingkirkan. Kebijakan baru harus lebih baik dari sebelumnya, tetapi bukan lantas menggusur warisan politik pejabat sebelumnya demi kepentingan politik sesaat , setidaknya periode berikutnya.
Baca Juga: Kopi Pagi: Politik Balas Budi
Ada kecenderungan pejabat publik ingin mencitrakan diri secara instan agar dikenang masyarakat melalui politik monumen, bukan kebijakan mendasar dalam tata kelola pemerintahan untuk memperbaiki kehidupan masyarakat masa sekarang dan mendatang.
Membangun gedung atau taman megah, di dalamnya terdapat monumen dirinya, setidaknya namanya terpatri dalam prasasti acap menjadi pilihan, ketimbang memperbaiki irigasi , membangun infrastruktur dasar bagi kegiatan perekonomian rakyat.
Alasannya dapat ditebak, dengan membangun monumen seperti disebutkan tadi, lebih cepat dikenal karena publik dengan mudah dapat melihatnya. Namanya akan tetap terukir sepanjang gedung itu berdiri, lepas bangunan itu sangat dibutuhkan dan bermanfaat bagi masyarakat atau tidak.
Tak soal, gedung atau bangunan itu pada akhirnya tidak dimanfaatkan oleh masyarakat. Itu fenomenal, tetapi bukan hal yang positif. Boleh jadi politik monumen tercapai, tetapi tidak monumental.
Rakyat tak mempersoalkan untuk menggaet simpati publik dengan menggunakan atraksi politik monumen atau pencitraan. Itu sah – sah saja, tebar pesona dalam dunia politik merupakan dinamika dalam menggaet dukungan.
Yang tidak boleh diwariskan adalah menebar kebencian dan permusuhan untuk memecah belah persatuan dan kesatuan.
Jangan karena mengatasnamakan " freedom of speech", kemudian kebablasan menjadi hujatan.
Dalam adat budaya ketimuran, sebagaimana tercermin dalam butir - butir Pancasila, terdapat sikap sopan santun, ramah, toleran, dan tidak menghujat sebagai acuan dalam hidup bermasyarakat, seperti dikatakan Pak Harmoko dalam kolom “Kopi Pagi” di media ini.
Adat budaya bangsa ini pula yang hendaknya ikut diwariskan para tokoh politik dari generasi ke generasi, selain kebijakan yang monumental untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat.
Jangan wariskan politik penuh keburukan, rekayasa, tipu daya kepada generasi mendatang. (Azisoko)