Heboh Beras Oplosan, Pengamat IPB: Praktik Lumrah, asal tidak Tipu Konsumen

Rabu 16 Jul 2025, 22:10 WIB
Ilustrasi, toko beras di Pasar Induk Beras Cipinang, Jakarta Timur. (Sumber: Poskota/Pandi Ramedhan)

Ilustrasi, toko beras di Pasar Induk Beras Cipinang, Jakarta Timur. (Sumber: Poskota/Pandi Ramedhan)

Terkait regulasi, Dwi Andreas mengatakan, tidak ada larangan resmi terhadap praktik oplosan. Menurutnya, narasi bahwa oplosan merusak kualitas atau ada mafia beras seringkali menyesatkan.

Menurutnya, saat ini yang terpenting adalah menjaga keseimbangan agar konsumen mendapat beras berkualitas dengan harga terjangkau.

“Yang dilarang itu bukan oplosannya, tetapi jika ada penipuan atau pelanggaran standar kualitas yang merugikan konsumen,” tegas Dwi Andreas.

Baca Juga: Pengamat Sebut Dugaan Legislator Main Beras Oplosan Harus Diusut

Selain itu, Dwi Andreas juga menyoroti tantangan harga, di mana biaya produksi beras medium saat ini mencapai Rp13.888 per kilogram, sementara Harga Eceran Tertinggi (HET) tetap Rp12.500.

Untuk beras premium, biaya produksi bahkan mencapai Rp15.500, tetapi HET hanya Rp14.900. “Perusahaan besar dipaksa menurunkan harga di bawah biaya produksi. Ini yang membuat situasi sulit,” ungkap Dwi Andreas.

Dwi Andreas juga mengkritik tata kelola pangan nasional. Menurutnya perlu perbaikan di empat aspek utama, yaitu kebijakan berbasis waktu, kebijakan perdagangan yang tepat, manajemen stok pangan pemerintah, dan kerja sama antara sektor publik dan swasta

“Pemerintah hanya menguasai 10 persen stok beras nasional. Tanpa harmoni dengan swasta, sulit mengendalikan pasar,” kata Dwi Andreas.


Berita Terkait


News Update