Dalam penyidikan, nama Riza Chalid muncul sebagai beneficial owner dari PT Orbit Terminal Merak.
Perusahaan ini disebut Kejagung terlibat dalam penunjukan langsung Terminal BBM Merak dengan harga sewa yang dinilai tidak wajar.
Selain itu, Riza Chalid juga diduga memiliki peran dalam penyusunan formula harga Pertalite yang dinilai melawan hukum.
Penetapan sembilan tersangka, termasuk Riza Chalid, merupakan hasil dari penyidikan panjang yang dilakukan Kejagung.
Total 273 saksi telah diperiksa, dan sebanyak 16 ahli dari berbagai bidang dilibatkan untuk membongkar skema dugaan korupsi yang terjadi di tubuh Pertamina dan subholdingnya.
"Perbuatan para tersangka bertentangan dengan sejumlah aturan, seperti Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Migas, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi, Undang-Undang Perseroan Terbatas, serta Peraturan Menteri BUMN mengenai tata kelola perusahaan yang baik," tambah Qohar.
Baca Juga: Bamsoet Ingatkan Dampak Langsung Terhadap Perekonomian Nasional Imbas Konflik Iran-Israel
Jerat Hukum untuk Para Tersangka
Kesembilan tersangka, termasuk Riza Chalid, dijerat dengan Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Ancaman pidana bagi mereka dapat mencakup hukuman penjara, denda, hingga penggantian kerugian yang ditimbulkan akibat tindakan korupsi.
Kejagung memastikan bahwa proses hukum tidak akan berhenti hanya karena salah satu tersangka berada di luar negeri.
Masyarakat kini menantikan kelanjutan proses hukum, termasuk apakah Kejagung berhasil memulangkan Riza Chalid ke Indonesia untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya di hadapan hukum.