POSKOTA.CO.ID - Pemerintah Provinsi Jawa Timur (Pemprov Jatim) kini tengah menggagas penyusunan regulasi yang mengatur penggunaan sound horeg, menyusul meningkatnya keluhan dari masyarakat mengenai kebisingan yang ditimbulkan oleh hiburan jalanan tersebut.
Langkah ini diharapkan dapat menjadi solusi atas polemik yang muncul di ruang publik, antara hak atas ketenangan lingkungan dan keberlangsungan hidup para pelaku seni jalanan.
Wakil Gubernur Jawa Timur, Emil Elestianto Dardak menegaskan bahwa pembahasan regulasi ini melibatkan berbagai pihak lintas sektor demi mendapatkan hasil yang seimbang dan adil.
Dalam pernyataannya, Emil menjelaskan bahwa aspirasi yang muncul di kalangan masyarakat tidak bisa didiamkan demi menjaga ketertiban sosial.
Menurut Emil, fenomena sound horeg tidak bisa dianggap sepele. Kebisingan berlebih yang ditimbulkan berpotensi memicu konflik sosial apabila tidak diatur dengan bijaksana.
Oleh karena itu, Pemprov Jatim berkomitmen merumuskan kebijakan yang dapat melindungi kepentingan masyarakat luas sekaligus memberi ruang bagi pelaku hiburan jalanan untuk tetap berkarya.
Polemik di Masyarakat
Sound horeg merujuk pada penggunaan sistem audio berdaya besar untuk hiburan jalanan, seperti musik dangdut keliling atau pertunjukan lain yang biasanya digelar di ruang terbuka.
Popularitasnya meningkat beberapa tahun terakhir karena dianggap mampu menghibur warga dan menjadi sumber penghasilan bagi banyak orang.
Baca Juga: Cara Daftar Ulang SPMB Jabar Tahap 2 2025 di Link Resmi, Cek Syarat dan Tahapannya
Namun, kehadiran sound horeg juga memicu protes dari sebagian masyarakat yang merasa terganggu, terutama karena tingkat kebisingan yang tinggi hingga larut malam.
Protes tersebut mencapai puncaknya ketika Pondok Pesantren Besuk di Kabupaten Pasuruan mengeluarkan fatwa haram terhadap sound horeg karena dinilai menimbulkan kegaduhan dan mengganggu ketenangan lingkungan.
Fatwa tersebut mendapat dukungan dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Jawa Timur. Kendati demikian, saat ini belum ada regulasi khusus yang secara detail mengatur penggunaan sound horeg di ruang publik.
Situasi inilah yang memunculkan polemik, terutama dari pelaku usaha hiburan jalanan yang berpendapat bahwa tidak semua pertunjukan bersifat negatif atau bertentangan dengan nilai agama.
Baca Juga: Sejumlah SD Negeri di Kawasan Eks Tambang Emas Lebak Sepi Pendaftar, Apa Penyebabnya?
Upaya Mencari Titik Tengah
Emil Dardak menegaskan bahwa Pemprov Jatim tidak ingin mematikan kreativitas maupun sumber penghasilan para pelaku hiburan jalanan.
Oleh karena itu, regulasi yang sedang disusun diarahkan untuk menjadi jalan tengah: menjaga hak masyarakat atas ketenangan sekaligus tidak memutus mata pencaharian mereka yang menggantungkan hidup pada aktivitas tersebut.
Pendekatan yang ditempuh Pemprov Jatim adalah melibatkan seluruh pemangku kepentingan, mulai dari tokoh masyarakat, akademisi, hingga komunitas pelaku seni jalanan.
Harapannya, kebijakan yang lahir nanti dapat diterima oleh semua pihak dan benar-benar mampu meminimalkan potensi konflik.