Mengenal Sunda Kelapa, Sejarah Panjang Pelabuhan Tua yang Jadi Cikal Bakal Kota Jakarta dan Masih Beroperasi Hingga Kini

Minggu 06 Jul 2025, 13:50 WIB
Sunda Kelapa sebagai pelabuhan tertua di Jakarta yang menyimpan segudang sejarah jadi cikal bakal kota Jakarta. (Sumber: YouTube/ANDRI ADJ)

Sunda Kelapa sebagai pelabuhan tertua di Jakarta yang menyimpan segudang sejarah jadi cikal bakal kota Jakarta. (Sumber: YouTube/ANDRI ADJ)

POSKOTA.CO.ID - Di antara gedung pencakar langit dan hiruk-pikuk ibu kota, Sunda Kelapa berdiri tegak bagai mesin waktu yang bisu. Pelabuhan berusia delapan abad ini menyimpan denyut nadi Jakarta sebelum ia menjadi megapolis, sebuah saksi hidup yang terus bercerita tentang kejayaan maritim, kolonialisme, dan ketangguhan tradisi di tengah arus modernisasi.

Berjalan di sepanjang dermaganya yang berlapis kayu usang, pengunjung seolah diajak menyelami lapisan-lapisan waktu. Aroma laut yang bercampur dengan bau minyak kapal tradisional membawa ingatan pada era ketika rempah-rempah Nusantara diperebutkan bangsa-bangsa.

Di sini, setiap kapal pinisi yang bersandar bukan sekadar alat transportasi, melainkan pewaris sah budaya bahari yang telah mengarungi samudera sejak abad ke-5.

Kini, di usia Jakarta yang ke-498, Sunda Kelapa menghadapi paradoksnya sendiri. Ia adalah situs warisan yang terjepit antara pelestarian dan perkembangan kota, antara masa lalu dan tuntutan ekonomi kontemporer.

Baca Juga: Gereja Katedral Jakarta dan Masjid Istiqlal: Sejarah Panjang dan Simbol Toleransi yang Indah, Ini Makna Terowongan Silaturahmi

Namun, justru dalam ketegangan inilah pelabuhan tua ini menemukan relevansinya, sebagai ruang dialog abadi antara memori kolektif bangsa dan masa depan yang terus ditulis.

Dari Pelabuhan Rempah ke Pusat Kolonial

Sunda Kelapa telah menjadi pusat denyut niaga sejak abad ke-12, di era Kerajaan Sunda. Catatan Tome Pires (1513) menggambarkannya sebagai pelabuhan strategis tempat pedagang global bertukar porselen Tiongkok, kopi Arab, dan rempah-rempah Nusantara.

"Sunda Kelapa adalah hub budaya dan ekonomi sebelum nama 'Jakarta' lahir," ujar sejarawan Universitas Indonesia, Prof. Bambang Eryudhawan, dalam diskusi Heritage Week 2025.

Titik balik terjadi pada 22 Juni 1527, ketika Pangeran Fatahillah merebut pelabuhan dari Portugis dan menamainya Jayakarta. Tanggal ini kemudian dikukuhkan sebagai hari jadi ibu kota.

Namun, kejayaan pelabuhan ini berubah wajah saat VOC menguasainya di abad ke-17, menjadikannya basis pemerintahan kolonial Batavia.

Baca Juga: Sejarah Nama Jalan Gatot Subroto di Jakarta dari Jaman Penjajahan hingga Saat Ini

Turun Tahta, Tapi Tak Mati

Meski statusnya sebagai pelabuhan utama telah digantikan Tanjung Priok sejak 1886, Sunda Kelapa tetap hidup. Kini, dermaganya dihuni kapal pinisi Sulawesi yang mengangkut semen, kayu, dan barang non-perishable ke Kalimantan-Sumatra.

Bagi wisatawan, pelabuhan Sunda Kelapa menawarkan pengalaman time travel. Dari menaiki menara Syahbandar peninggalan Belanda, menyusuri kanal Batavia, hingga berfoto di antara kapal kayu yang menjadi latar populer pre-wedding.

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berencana mengintegrasikan Sunda Kelapa dengan kawasan Kota Tua dalam proyek Jakarta Maritime Heritage Trail 2026.

"Kami ingin pelabuhan ini tak hanya jadi museum, tapi ruang interaktif yang mendongkrak ekonomi kreatif," jelas Kepala Dinas Pariwisata DKI, Andhika Permata.

Namun, ancaman abrasi dan sedimentasi muara Ciliwung masih menjadi pekerjaan rumah. LSM Save Our Coastal mencatat, 30 persen dermaga pelabuhan telah mengalami kerusakan akibat naiknya permukaan laut.

Baca Juga: Nostalgia Bioskop New Garden Hall, Jejak Sinematik Jakarta Lama

Menghidupkan Kembali Narasi

Sunda Kelapa adalah ruang di mana sejarah bukan sekadar cerita usang. Setiap kapal yang bersandar, setiap batu di Menara Syahbandar, adalah fragmen hidup yang menanti untuk dibaca.

Seperti dikatakan budayawan Ridwan Saidi, "Jakarta mungkin sudah melampaui Sunda Kelapa secara fisik, tapi jiwanya tetap bermula dari sini." Sunda Kelapa tetap menjadi simpul penting yang menghubungkan Jakarta dengan identitas maritimnya.

Di tengah derap pembangunan kota yang tak kenal henti, pelabuhan tua ini mengingatkan kita bahwa kemajuan tak harus mengubur sejarah, melainkan bisa berdialog dengannya.

Setiap kapal yang berlabuh, setiap cerita yang tersimpan di balik dermaganya yang berusia ratusan tahun, adalah warisan tak ternilai yang patut dijaga.

Sebagaimana Jakarta terus bertransformasi, Sunda Kelapa pun tetap berdiri dengan caranya sendiri, bukan sebagai relik masa lalu yang mati, melainkan sebagai ruang hidup yang terus bernafas.

Di sini, di antara gemericik air kanal dan lengkingan burung camar, kita diajak merenungkan sebuah pertanyaan penting: bagaimana sebuah kota bisa maju tanpa melupakan akar yang menopangnya?

Mungkin jawabannya ada pada pelabuhan tua ini, yang dengan sabar terus membisikkan kisah-kisahnya kepada siapa pun yang mau mendengar.


Berita Terkait


News Update