Saat matahari terbit, bendera Utsmani berkibar di atas Hagia Sophia, menandai runtuhnya Bizantium yang telah bertahan selama lebih dari satu milenium. Bagi Muhammad Alfatih, kemenangan ini adalah realisasi nubuat Rasulullah. Namun, ia tak merayakan dengan euforia semata.
Muhammad Alfatih hanya mengizinkan penjarahan selama tiga hari. Ia melindungi gereja-gereja, memastikan umat Kristen dan Yahudi tetap dapat beribadah sesuai keyakinannya. Hagia Sophia diubah menjadi masjid, namun tetap dijaga keindahan dan kehormatannya.
Lebih jauh, Alfatih mengubah Konstantinopel menjadi Istanbul, ibu kota baru yang multikultural dan kosmopolitan. Ia membangun madrasah, rumah sakit, sistem administrasi modern, hingga infrastruktur perdagangan.
Sistem Milet diperkenalkan, memberikan otonomi kepada setiap komunitas agama untuk mengatur urusan internal mereka.
Warisan yang Abadi
Muhammad Alfatih wafat pada 1481 dalam usia 49 tahun, ketika sedang memimpin ekspedisi ke Italia. Penyebab kematiannya masih menjadi misteri, ada yang menyebut sakit, ada pula yang menduga ia diracun.
Namun warisan terbesarnya bukan sekadar wilayah yang ditaklukkan, melainkan bagaimana ia menata kehidupan kota yang diraihnya.
Di bawah kepemimpinannya, Kesultanan Utsmani berubah menjadi kekuatan besar dunia, dan Istanbul menjadi pusat ilmu, budaya, dan perdagangan yang memengaruhi dunia hingga hari ini.