PAMULANG, POSKOTA.CO.ID – Kebijakan sistem zonasi dalam Penerimaan Murid Baru (PMB) 2025 di SMAN 6 Tangerang Selatan menuai protes dari warga RW 10, Pamulang.
Sejumlah anak dari lingkungan sekitar sekolah gagal diterima meski rumah mereka hanya berjarak sekitar 800 meter.
Ketua RT 01/RW 10, Edi Purnomo, menyatakan kekecewaannya. Ia mengingatkan bahwa warga dulu justru membantu pihak sekolah saat awal pendirian.
"Waktu SMAN 6 mau berdiri, mereka datang ke kami, minta tolong supaya dibukakan akses jalan ke sekolah. Warga waktu itu menyambut dengan baik dan membuka jalan. Sekarang saat anak-anak kami mau sekolah di situ, malah ditolak," ujar Edi kepada Poskota, Jumat, 4 Juli 2025.
Baca Juga: Kepala Pesantren di Tangerang 9 Kali Cabuli Santriwati 15 Tahun, Ancaman Agama Jadi Modus
Edi menjelaskan, ada sembilan anak dari RW 10 yang tak lolos seleksi jalur domisili akibat sistem zonasi yang diperluas.
Menurutnya, sistem ini tidak mempertimbangkan kontribusi sosial dan sejarah warga terhadap sekolah.
"Kami ini warga yang sejak dulu mendukung berdirinya sekolah. Tapi sekarang, seolah-olah kami dianggap tidak penting. Padahal sekolah itu berdiri di lingkungan kami," katanya.
Pihak RW telah tiga kali mengirim surat ke sekolah dan Dinas Pendidikan Provinsi Banten, namun tanggapan yang diterima hanya sebatas penjelasan aturan.
"Kami bukan menolak aturan. Tapi aturan juga harus melihat kondisi sosiologis dan historis di lapangan. Jangan cuma berpatokan pada jarak dan nilai akademik. Ini menyangkut keadilan bagi warga sekitar," lanjutnya.
Karena tak kunjung ada solusi, warga akhirnya melakukan aksi simbolik dengan menutup akses jalan masuk ke SMAN 6.
Baca Juga: Pemkab Tangerang Luncurkan Program Sekolah Gratis 2025
"Kami tidak akan membuka jalan sampai ada kejelasan. Kami sudah cukup bersabar. Kalau tidak ada perubahan, kami siap membawa kasus ini ke tingkat yang lebih tinggi, termasuk mengadu ke Kementerian Pendidikan," tegas Edi.
Ia menegaskan bahwa warga hanya menginginkan keadilan. Ia meminta pemerintah mempertimbangkan ulang sistem zonasi yang dianggap terlalu kaku dan mengabaikan aspek sosial.
"Kami hanya minta anak-anak kami yang tinggal di samping sekolah bisa bersekolah di situ. Jangan sampai pendidikan negeri hanya untuk anak-anak yang pintar atau berasal dari keluarga mampu. Ini menyangkut hak pendidikan yang adil," tandasnya. (cr-1)