Wacana Pemakzulan Gibran Rakabuming Raka, Rocky Gerung: Harus Berdasar Bukti Hukum dan Mekanisme Konstitusional

Kamis 03 Jul 2025, 13:15 WIB
Potret Wakil Presiden ke-8 Gibran Rakabuming Raka. (Sumber: Instagram Gibran Rakabuming)

Potret Wakil Presiden ke-8 Gibran Rakabuming Raka. (Sumber: Instagram Gibran Rakabuming)

POSKOTA.CO.ID - Pengamat politik Rocky Gerung menegaskan pentingnya menjaga proses demokrasi agar tidak tergelincir menjadi ajang politisasi.

Pernyataan ini muncul setelah Forum Purnawirawan Prajurit TNI pada 2 Juni 2025 resmi mengajukan surat usulan pemakzulan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka kepada pimpinan DPR, MPR, dan DPD.

Surat tersebut memuat delapan poin penting, termasuk sorotan terhadap kapasitas dan kepatutan Gibran sebagai Wakil Presiden.

Forum tersebut juga mengangkat isu dugaan intervensi dalam proses pencalonan Gibran yang menyeret nama mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), serta dugaan keterlibatan Gibran dan adiknya dalam kasus korupsi yang sempat dilaporkan ke KPK pada 2022.

Baca Juga: Siapa Slamet Soebijanto? Mantan KSAL yang Ancam Duduki MPR Jika Pemakzulan Gibran Tak Diproses

Pemakzulan Wajib Berdasarkan Fakta Hukum

Rocky Gerung mengingatkan bahwa setiap langkah pemakzulan bukan sekadar respons atas tekanan publik, melainkan proses serius yang harus berlandaskan fakta hukum yang kuat.

"Pemakzulan adalah mekanisme konstitusional yang tak bisa dijalankan hanya karena tekanan politik. Harus ada bukti hukum yang sahih," ujar Rocky dalam diskusi publik yang digelar Juni 2025.

Menurut Rocky, DPR sebagai lembaga pengawas wajib mendengar aspirasi publik, tetapi tetap harus memastikan proses berjalan sesuai konstitusi agar tidak menimbulkan preseden buruk dalam demokrasi.

Baca Juga: Sekjen Gibranku Sebut Desakan Pemakzulan Gibran Cerminkan Kesesatan Narasi dan Berpotensi Memecah Belah Bangsa

Sikap DPR dan Proses Konstitusional

Sejumlah anggota DPR menyuarakan pentingnya membacakan surat usulan pemakzulan tersebut dalam rapat paripurna.

Andreas Hugo Pareira, anggota DPR dari Fraksi PDIP, menjelaskan bahwa sesuai Pasal 7 UUD 1945, usulan pemakzulan dapat dibahas jika rapat paripurna dihadiri dan disetujui oleh dua pertiga anggota DPR.

Namun, hingga akhir Juni 2025, pimpinan DPR seperti Ketua DPR Puan Maharani dan Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad menyebut belum menerima surat tersebut secara resmi. Masa reses anggota DPR juga menjadi salah satu alasan lambatnya tindak lanjut.

Kritik Pakar Hukum Tata Negara

Pakar hukum tata negara Feri Amsari menilai DPR kurang responsif dalam menjalankan fungsinya.

Menurutnya pemakzulan hanya bisa diproses melalui mekanisme DPR dan MPR sesuai ketentuan konstitusi, sehingga surat resmi dari Forum Purnawirawan TNI seharusnya segera diproses.

"Jika DPR tidak merespons, itu sama saja mengabaikan aspirasi publik dan melemahkan fungsi pengawasan," kata Feri.

Baca Juga: Rotasi Bumi Makin Cepat, Hari di Juli-Agustus 2025 Jadi Lebih Pendek, Apa Dampaknya?

Pengaruh Politik dan Respons Publik

Selain aspek hukum, analis politik Adi Prayitno menilai lambannya respons DPR mencerminkan bahwa isu pemakzulan Gibran belum menjadi prioritas lembaga legislatif.

Sementara itu, analis politik Andi Yusran berpendapat, kuatnya pengaruh Presiden Joko Widodo di pemerintahan dan parlemen turut memengaruhi sikap DPR.

Sebagai ayah dari Gibran, posisi Jokowi dianggap strategis dalam memengaruhi dinamika politik di parlemen.

Putusan MK dan Dasar Keberatan

Forum Purnawirawan TNI juga merujuk putusan Mahkamah Konstitusi yang memperbolehkan Gibran maju sebagai calon wakil presiden meski belum cukup umur sesuai syarat awal.

Putusan tersebut bersifat final dan mengikat, namun menuai kritik keras publik yang menilai terjadi konflik kepentingan di lembaga peradilan saat itu.


Berita Terkait


News Update