Agam Rinjani Buka Suara: Kronologi Mengejutkan di Balik Penyelamatan Pendaki Brazil yang Terpeleset di Jurang Rinjani 600 Meter

Minggu 29 Jun 2025, 07:09 WIB
Kronologi Lengkap Evakuasi Juliana Marins yang Jatuh 600 Meter di Gunung Rinjani (Sumber: Youtube/@PodcastBicaraSanta)

Kronologi Lengkap Evakuasi Juliana Marins yang Jatuh 600 Meter di Gunung Rinjani (Sumber: Youtube/@PodcastBicaraSanta)

Tim SAR Lombok Timur bahkan sudah bermalam dua malam di tebing, bertahan dengan peralatan seadanya. “Mereka tidur tanpa tenda, hanya beralaskan matras tipis, menghadapi suhu yang turun drastis pada malam hari,” kata Agam.

Setelah bergabung, Agam memimpin proses pemantapan anchor (penopang tali) dengan cara mengebor batu tebing. Kegiatan ini memakan waktu berjam-jam, karena struktur batuan sangat rapuh. Salah satu anggota tim SAR harus berjaga di titik jatuhnya Juliana sendirian, sementara anggota lain ditarik turun demi keselamatan.

Penemuan Juliana dalam Kondisi Meninggal

Hasil pemantauan visual akhirnya memastikan kabar duka. Juliana Marins telah meninggal dunia di kedalaman sekitar 600 meter dari bibir tebing. Bagi Agam dan tim, kabar ini menambah tekanan emosional karena harapan untuk menemukan korban selamat pupus.

Meski demikian, proses evakuasi jenazah tetap harus dilakukan dengan prosedur seaman mungkin. Awalnya, tim mempertimbangkan membawa jenazah ke arah Danau Segara Anak. Namun setelah analisa langsung di lapangan, jalur tersebut dinilai jauh lebih berbahaya karena batuan lepas yang rawan longsor.

“Akhirnya kami putuskan untuk menarik jenazah ke atas, meski medannya luar biasa sulit,” jelas Agam.

Malam Panjang di Tebing 600 Meter

Tim memulai evakuasi pukul 06.00 pagi setelah malam tanpa tidur. Mereka bermalam di lereng dengan kemiringan hampir 45 derajat, tanpa atap atau alas yang memadai. Hanya tiga meter dari posisi jenazah Juliana, mereka bertahan dalam suhu rendah yang menusuk tulang.

Agam menegaskan risiko yang dihadapi sangat tinggi: longsor, hipotermia, dan batuan runtuh bisa terjadi setiap saat. “Kalau malam itu turun hujan, kami semua mungkin sudah mati,” ungkapnya.

Bendera Merah Putih Sebagai Simbol Tanggung Jawab

Salah satu momen yang banyak diperbincangkan netizen adalah saat tim evakuasi membawa bendera Merah Putih ke lokasi penarikan jenazah. Tindakan itu bukan sekadar simbolisme, melainkan bentuk tanggung jawab moral menjaga nama baik Indonesia di mata dunia.

“Kami bawa bendera bukan karena simbol semata, tapi sebagai penghormatan terakhir dan representasi bahwa Indonesia hadir membantu siapapun yang membutuhkan,” kata Agam.

Kritik Netizen dan Klarifikasi Medan Ekstrem

Dalam proses evakuasi yang memakan waktu beberapa hari, sempat muncul kritik dari sebagian warganet yang menilai upaya penyelamatan berlangsung lambat. Namun Agam dengan tegas meluruskan bahwa kondisi medan tak bisa dibandingkan dengan jalur pendakian biasa.

“Banyak yang tidak tahu, medan vertikal seperti itu berbeda sekali. Tidak mungkin kita berlari atau bergerak cepat. Semua langkah harus dihitung dengan akurat,” jelasnya.

Baca Juga: Warga Bangkonol Pandeglang Tolak Sampah dari Tangsel: Kami yang Merasakan Dampak Buruknya

Respon Publik Brazil dan Apresiasi Internasional


Berita Terkait


News Update